NUNUKAN, KN – Sebuah misi sensitif tengah berlangsung di Pulau Sebatik, Nunukan, Kalimantan Utara. Tim gabungan dari Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) RI dan Badan Informasi Geospasial (BIG) ditugaskan memverifikasi lahan warga yang terdampak perubahan batas negara. Misi ini bertujuan menyiapkan skema ganti untung, tetapi menghadapi persoalan pelik terkait status kependudukan dan potensi konflik sosial.
Proses Verifikasi dan Temuan Awal
Tim yang terdiri dari 29 personel melakukan survei sejak 19 hingga 28 September 2025. Di dalam tim tersebut, ada perwakilan dari Direktorat Topografi TNI AD. Mereka memvalidasi data teknis lahan sekaligus mencocokkan persil yang beririsan dengan garis batas baru dan lama. Tim juga memeriksa status kepemilikan.
Direktur Pemetaan Batas Wilayah dan Nama Rupabumi BIG, Khafid, mengungkapkan, perubahan batas ini berdampak negatif pada sekitar 5 hektare lahan di Indonesia. Namun, Indonesia mendapat tambahan lahan seluas 127 hektare.
”Kita perlu menghitung nilai ekonominya, berapa angka sesuai NJOP, dan juga menghitung nilai tanaman yang masuk wilayah Malaysia sebelum membayarkan ganti untung,” jelas Khafid saat ditemui di Nunukan.
Dari hasil verifikasi sementara, tim mengidentifikasi 65 bidang lahan yang sedang divalidasi, termasuk tanah, kebun, sawah, dan bangunan. Dari jumlah itu, 13 bidang menjadi target utama ganti untung, termasuk 16 bangunan.
Bangunan tersebut terdiri dari 11 rumah warga. Namun, Khafid belum dapat memastikan kapan pembayaran akan direalisasikan. Proses verifikasi data masih berlangsung.
Ancaman Konflik dan Status “Abu-Abu” Warga
Di sisi lain, Camat Sebatik Utara, Zulkifli, menyoroti masalah yang bisa menjadi sandungan terbesar, yakni, identitas warga. Banyak penduduk Sebatik yang bekerja di Malaysia dan memiliki lahan di perbatasan, tetapi identitas kewarganegaraannya masih “abu-abu.”
”Potensi konflik masih sangat besar, terutama terkait ganti untung. Bahkan saat ini, banyak masyarakat nekat memanen kebun sawit mereka meskipun lokasinya sudah masuk wilayah Malaysia,” kata Zulkifli.
Ia menegaskan, verifikasi teknis dan administrasi kepemilikan lahan adalah tugas berat yang harus diselesaikan.
“Masalah surat-menyurat ini menjadi persoalan serius. Kami juga sedang melakukan pendataan. Kasus batas negara sudah lama, dan potensi konfliknya harus menjadi perhatian serius,” pungkasnya.
Misi survei di Sebatik ini diharapkan menjadi langkah strategis untuk mempertegas kehadiran negara di perbatasan.
Namun, tantangan yang ada, terutama kerumitan data kependudukan, menuntut penyelesaian yang cermat agar ganti untung benar-benar menjadi solusi, bukan pemicu konflik baru. (Dzulviqor)
