NUNUKAN – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nunukan, mensosialisasikan perekrutan pengawas ad hoc yang bisa menyasar anak berusia minimal 17 tahun.
Hal tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 117 ayat (1) huruf (b) Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.
Dalam pasal tersebut disebutkan pengawas ad hoc Bawaslu, berusia paling rendah 25 tahun untuk calon anggota Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, dan Pengawas TPS.
Namun, untuk kontestasi Pemilu 2024, ada perubahan regulasi rentang usia, yang membolehkan perekrutan tenaga ad hoc berusia remaja 17 tahun.
Ketua Bawaslu Nunukan, Mochammad Yusran, mengatakan, perekrutan ad hoc remaja, tidak bisa disamakan dengan perekrutan tenaga kerja.
‘’Ada diskresi batas usia perekrutan 17 tahun. Yang menjadi catatan, penyelenggara Pemilu, itu bukan pekerjaan, melainkan pengabdian,’’ ujarnya, Kamis (15/12).
Pada dasarnya, Yusran mengamini, bahwa anak di bawah umur dilarang untuk dipekerjakan.
Hal ini diatur dalam Undang-Undang atau UU Nomor 13 Tahun 2003 pasal 68 tentang ketenagakerjaan.
Berdasarkan ketentuan undang-undang, batas usia minimal tenaga kerja di indonesia adalah 18 tahun.
Pengusaha atau perusahaan yang masih mempekerjakan anak yang belum berusia 18 tahun dapat dikenakan sanksi pidana.
Sebagaimana tercantum dalam pasal 185 ayat 1 dan pasal 187 ayat 1 UU ketenagakerjaan, yaitu pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun atau denda minimal Rp 100 juta dan maksimal Rp 400 juta.
Namun demikian, kata Yusran, perekrutan pengawas ad hoc Bawaslu, tidak bisa dibenturkan dengan UU Tenaga Kerja dalam perspektif Bawaslu.
Kalaupun mereka menerima upah, namanya juga bukan gaji, melainkan uang kehormatan dari hasil pengabdian tersebut.
‘’Batasan usia segitu sangat berarti bagi kami. Kami butuh lebih 500 tenaga pengawas, yang tentu bukan perkara mudah jika mengacu usia 25 tahun keatas,’’ katanya lagi.
Pada rentang usia 25 tahun keatas, termasuk usia yang biasanya terikat dengan tempat kerja masing-masing. Hal tersebut, menjadi kendala dalam perekrutan.
Selain itu, Bawaslu juga membutuhkan pengawas Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang mengerti kemajuan teknologi, guna mengurangi kesalahan saat menjalankan tugas di lapangan.
‘’Dan Pemuda, menjadi jawaban dari keharusan seorang pengawas yang wajib menguasai ponsel pintar dan aplikasi yang digunakan paska pemungutan suara,’’ kata dia. (Dzulviqor)
