NUNUKAN – Sejumlah peserta seleksi komisioner KPU Nunukan, Kalimantan Utara, antara lain, Amral, Andi Nuryadi, Erwin Jadjdji, dan Tuti Yuliati, melayangkan mosi tak percaya terhadap hasil sepuluh besar calon anggota KPU Nunukan.
Surat yang ditembuskan ke Presiden RI, Ketua Komisi II DPR RI, Ketua DKPP RI, Ketua Bawaslu RI, Ketua Ombudsman RI dan Ketua KPU Provinsi Kaltara tersebut, menyebut dugaan permainan orang dalam (Ordal) dan menyertakan sejumlah bukti adanya calon peserta yang lolos 10 besar salah satunya terlibat dalam kampanye politik calon DPR RI.
‘’Pengumuman Nomor 30/TIMSELKK-GEL.11-Pu/04/65-1/2024, tentang Hasil Seleksi Calon Anggota KPU Kabupaten/Kota pada Provinsi Kalimantan Utara periode 2024-2029, diduga ada kecurangan, sehingga kami menulis mosi tak percaya kepada Timsel,’’ ujar salah satu penulis mosi, Tuti Yuliati, Senin (22/1/2024).
Dia menuturkan, sejumlah dugaan kecurangan, yang dilakukan, antara lain, peserta yang lolos sepuluh besar mendapatkan nilai di tahap awal lebih rendah, baik nilai tertulis maupun nilai psikologis.
Kemudian pada saat wawancara, para penulis mosi tak percaya, mampu menjawab 80% – 90% pertanyaan dari tim seleksi, namun tidak lolos sepuluh besar.
Kejanggalan lain, pengumuman peserta yang lolos tahap selanjutnya lebih dulu tersebar melalui grup pesan WhatsApp, yang seharusnya diumumkan melalui Portal KPU dan SIAKBA.
‘’Pada kenyataannya hasil tes kesehatan dan wawancara baru diumumkan/diunduh secara resmi melalui portal KPU dan SIAKBA pada tanggal 18 Januari 2024 yang seharusnya sesuai jadwal diumumkan pada tanggal 14-15 Januari 2024,’’ beber Tuti.
Tuti dan kawan kawan, juga merasa heran, dimana Incumbent KPU di masing-masing Kabupoten/Kota tidak lolos 10 besar,
Sebagai contoh, peserta dari Kabupaten Malinau yang merupakan incumbent dengan perolehan nilai tertinggi se Kaltara.
Juga incumbent dari Kabupaten Nunukan yang pernah mendapatkan penghargaan pengelola data terbaik pemilu dan inovasi terbaik se Kaltara dari KPU Provinsi Kaltara.
‘’Sesuatu yangtidak masuk akal dimana mereka yang mempunyai pengalaman kerja yang baik sebagai penyelenggara pemilu namun tidak masuk10 besar. Kalah bersaing dari sebagian peserta yang tidak mempunyai pengalaman menjadi penyelenggara pemilu,’’ keluhnya.
Tuti dan kawan kawan, mendapat informasi dari beberapa kalangan, bahwa untuk bisa Iolos seleksi anggota KPU, harus ada m rekomendasi dari ormas tertentu.
Menurut mereka, kasus seperti ini sudah menjadi rahasia umum, dan mereka meinta agar KPU RI dan tim seleksi dapat membuka hasil rekaman pada saat wawancara agar semuanya bisa terang benderang dan menjelaskan bagaimana mekanisme penilaian dan seberapa objektivitas dalam memberikan nilai.
‘’Hal ini merujuk tes wawancara calon anggota KPU RI yang dilakukan secara terbuka dan transparan yang dapat di akses oleh semua pihak melalui Youtube,’’ lanjutnya.
Selain dugaan kecurangan, mosi tak percaya yang dilayangkan Tuti dan kawan kawan, menyertakan adanya bukti tanggapan masyarakat terhadap salah satu peserta yang lolos sepuluh besar, yang diduga mendukung salah satu Calon Anggota DPR RI.
‘’Tapi tanggapan masyarakat tersebut, tidak mendapat tanggapan dari Tim Seleksi. Hal ini tentunya tldak sesuai dengan pasal 33 ayat (2) PKPU Nomor 4 tahun 2023,’’ protesnya.
Ingin hasil 10 besar dianulir
Peserta seleksi lain, Andi Nuryadi, mengaku heran dengan hasil seleksi sepuluh besar yang tak sesuai ekspektasi.
Dirinya yang bahkan sempat menerima ucapan selamat karena masuk sepuluh besar, harus menelan kecewa karena faktanya, namanya tidak masuk dalam daftar tersebut.
‘’Saya dari awal menjadi satu satunya peserta seleksi KPU Nunukan yang mendapat rekomendasi psikologi, kesehatan secara sempurna. Dan nama saya tidak lolos,’’ kata dia.
Mirisnya lagi, kata Andi Nuryadi, para peserta yang lolos sepuluh besar, semua nilainya berada di bawah teman-teman yang memutuskan menulis mosi tak percaya.
Dari awal tes, lanjutnya, aroma kecurangan sudah tercium.
‘’Peserta lain menanyakan bendera saya apa. Saya yang tak faham menjawab bendera merah putih. Ternyata yang dimaksud bendera adalah dukungan ormas atau orang dalam,’’ jelasnya.
Yang lebih mengecewakan lagi, salah satu peserta yang lolos sepuluh besar, diduga Timses.
Bahkan ada tanggapan masyarakat yang memperjelas masalah tersebut, sayangnya, Timsel tetap meloloskan salah satu peserta tersebut.
‘’Jendela untuk dugaan kecurangan ada pada hasil nilai esai, dimana nilai CAT diumumkan duluan dan hasil esai menyusul kemudian,’’ lanjutnya.
‘’Kalau untuk jadi komisioner KPU harus punya rekomendasi Ordal atau Ormas, hilanglah peluang kami yang dari desa dan tidak punya kenalan pejabat atau orang dalam itu,’’ sesalnya.
Sudah sepatutnya, seleksi calon anggota KPU menghasilkan penyelenggara pemilu yang profesional serta mempunyai integritas, kapabllltas dan akuntabllitas yang dihasllkan dari penyelenggaraan seleksi yang profesional, jujur dan adil bagi semua peserta.
Namun jika pada pelaksanaan seleksi calon anggota KPU saja sudah dilakukan kecurangan, bisa dlpastikan menghasilkan pemilu yang tidak berkualitas.
‘’Kami mohon proses seleksi ini dapat ditunda atau dibatalkan. Sampai ada penjelasan resmi dari KPU RI dan Tim Seleksi. Kami percaya KPU adalah Lembaga Negara yang Profesional, Berintegritas dan lndependen,’’ pungkasnya.(Dzulviqor)
