NUNUKAN, KN —Lampu-lampu sorot meredup. Tepuk tangan meriah yang mengiringi Rapat Paripurna Hari Ulang Tahun (HUT) ke-26 Kabupaten Nunukan, Minggu (12/10/2025), perlahan sirna.
Di balik kemeriahan baju adat dan pidato optimistis, tersembunyi gurat lelah dan kekecewaan. Ya, dialah Hj. Rachma Leppa Hafid.
Sosok perempuan senior ini telah tiga periode memimpin Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nunukan. Tepat setelah palu sidang diketuk, ia tak bisa lagi menahan “unek-unek” yang selama berbulan-bulan membekas seperti luka.
Jebakan Opini di Ruang Digital
“Saya sudah tiga periode. Selama itu, tidak ada masyarakat yang mengatakan saya pembohong atau penipu,” ujar Leppa. Suaranya sedikit bergetar saat diwawancarai wartawan di sela kesibukan perayaan.
Curhatan itu bukan tanpa sebab. Politisi senior Partai Hanura ini baru saja menjadi sasaran tembak di media sosial.
Sebuah tudingan keras dilayangkan oleh salah satu warganet, bahkan menyebutnya “penipu ulung.” Pemicunya sepele, tetapi dampaknya menusuk, ketidakhadirannya di Rapat Paripurna Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Nunukan pada Maret lalu. Baca : https://kabarnunukan.com/ketua-dprd-nunukan-laporkan-akun-facebook-hamseng-leppa-si-tua-bangka-penipu-ulung-berujung-hukum/
“Terus terang, itu menyakiti hati saya. Sangat membekas,” tegas Ketua DPRD Nunukan ini, menunjukkan bagaimana serangan digital mampu mengoyak integritas yang ia bangun puluhan tahun.
Leppa mengakui, kritik adalah vitamin bagi demokrasi. Masyarakat berhak melayangkan kritikan. Namun, ia menekankan satu hal yang substansial yakni kritik harus berlandaskan data dan fakta, bukan sekadar menggiring opini di media sosial dengan tuduhan yang bersifat kasuistik.
“Kita ingin kritik yang membangun, bukan malah menciptakan keributan dan fitnah di Medsos. Ini sudah kami laporkan ke polisi,” ungkapnya, menunjukkan keseriusan dewan menghadapi serangan karakter di ruang publik.
Filosofi Air, Harapan Sinergi Ketua DPRD Nunukan
Meski demikian, hari jadi daerah bukanlah momen untuk berkutat pada kekecewaan pribadi. Dalam nada yang lebih tenang, Leppa mengalihkan fokusnya pada harapan besar untuk Nunukan di usia ke-26 ini.
Ia kembali menyinggung ungkapan yang dibacakan oleh Bupati Nunukan, Irwan Sabri, dalam Paripurna tentang filosofi air yang mengalir.
Air, menurutnya, adalah metafora sempurna bagi cara kerja pemerintahan. Ia berpesan agar eksekutif dan legislatif bisa berjalan selaras. Artinya, mereka harus saling mendukung, alih-alih saling menjegal.
“Air itu mampu beradaptasi. Ia tidak melawan tanpa tujuan. Ia selalu menemukan jalurnya, meski ada halangan batu besar,” jelas Leppa.
Filosofi ini menjadi pesan yang dalam: Pemerintahan tak boleh terpaku pada satu kondisi. Saat dihadang masalah, pihak Eksekutif dan Legislatif harus bekerja layaknya air yang tenang mencari jalan keluar.
Oleh karena itu, Ketua DPRD Nunukan ini berharap, para pemangku kebijakan dapat lebih banyak “mendengar masyarakat” dan “mengambil pelajaran dari para pendahulu” yang telah meletakkan fondasi daerah perbatasan ini. https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Nunukan
“Kita semua sama-sama berjuang membangun Nunukan. Mari perkuat sinergitas. Mari berbuat yang terbaik demi Nunukan yang maju, adil, dan sejahtera,” tutup Ketua DPRD Nunukan, Hj. Rachma Leppa Hafid. (Dzulviqor)
