NUNUKAN, KN – Ketidakhadiran perwakilan Polda Kalimantan Utara (Kaltara) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Nunukan pada Jumat (22/8/2025) membuat pembahasan kasus penangkapan kapal pemasok ikan di wilayah pedalaman Nunukan menjadi gantung tanpa solusi. Persoalan ini telah memicu protes keras masyarakat dan DPRD setempat, dan kian memanaskan polemik yang sebelumnya sudah berkembang.
Protes datang langsung dari wakil rakyat di daerah pedalaman. Anggota DPRD Nunukan dari Daerah Pemilihan (Dapil) IV, Karunia dan Yawong Salaju, mengaku mendengar langsung keluhan masyarakat.
”Kami di pedalaman ini, di Dapil IV, sudah susah. Semuanya susah, jangan lagi disusahkan dengan pasokan ikan,” ujar Karunia dan Yawong Salaju saat ditemui, Kamis (27/8/2025).
Sebagai perwakilan masyarakat yang mewakili lima kecamatan di wilayah Kabudaya, mereka melihat masalah ini sebagai isu yang sangat mendesak. Meskipun pasokan ikan ke wilayah tersebut juga datang dari Kabupaten Berau melalui Kabupaten Malinau dan masuk lewat Kecamatan Lumbis, pasokan terbesar tetap bergantung pada Kota Nunukan.
”Itu saja pesan kami, jangan persulit pasokan ikan ke pedalaman Nunukan. Kami juga berhak menikmati ikan laut,” tegas keduanya.
Kronologi Penangkapan dan Keluhan ASPIN
Sebelumnya, Asosiasi Pemasok Ikan Nunukan (ASPIN) telah mengeluh kepada DPRD Nunukan. Mereka merasa aparat keamanan telah menjadikan mereka sasaran penangkapan, padahal pasokan ikan yang mereka bawa selama ini dikonsumsi oleh masyarakat perbatasan RI-Malaysia. Akibatnya, penangkapan ini berpotensi memicu kelangkaan ikan di daerah pedalaman.
”Aparat sudah dua kali menangkap kapal kami, KM Manafman 02. Yang terakhir pada Kamis, 14 Agustus 2025, di Perairan Sei Ular,” kata juru bicara ASPIN, Qori dan Kasman, dalam RDP sebelumnya.
Karunia juga menilai tindakan di Perairan Sei Ular tidak etis dan janggal. Menurutnya, perairan Sei Ular masih berada dalam wilayah Kabupaten Nunukan, sehingga penangkapan tersebut langsung berdampak pada kelangkaan ikan bagi masyarakat pedalaman.
Menurut ASPIN, KM Manafman 02 memiliki kelengkapan berkas yang sah. Namun, masalah muncul karena ikan yang diangkut tidak memiliki sertifikat kesehatan ikan. “Hanya saja ikan yang kami muat tidak memiliki sertifikat kesehatan ikan karena Tawau (Malaysia) tidak pernah mengeluarkan sertifikat itu,” jelas Qori.
Kasman menegaskan bahwa ASPIN tidak keberatan jika aparat menegakkan aturan, tetapi mereka meminta kejelasan dokumen agar operasional mereka berjalan lancar. “Kapal kami ini hanya sebagai ojek. Pembeli memesan ikan, kami yang mengangkut dan mengantar saja. Kalau ada kendala soal ikan, jangan salahkan kami sebagai pengangkut,” tegasnya.
Kesepakatan ‘Kearifan Lokal’ Tidak Terkoneksi
Ternyata, masalah ini sudah sering dibahas sebelumnya. Qori menjelaskan, instansi-instansi terkait telah membahas masalah ini. Sebelumnya, mereka menyepakati bahwa kapal-kapal pemasok ikan dapat beroperasi sementara dengan skema kearifan lokal sambil menunggu regulasi yang jelas.
Namun, ia merasa kesepakatan tersebut tidak berjalan mulus di lapangan.
”Tapi sepertinya Polda Kaltara tidak terkoneksi dengan aparat di Nunukan. Buktinya mereka menjadikan kami target penangkapan,” keluhnya.
Agenda RDP lanjutan akan kembali pada Jumat (28/8/2025). Diharapkan, kehadiran pihak terkait, khususnya perwakilan Polda Kaltara, dapat memberikan kejelasan dan menemukan jalan keluar terbaik bagi pasokan ikan di Nunukan, terutama untuk masyarakat di wilayah pedalaman.(Dzulviqor)
![]()







































