TANJUNG SELOR – Fajar Mentari, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia Kalimantan Utara (DPD KNPI Kaltara) versi Laode Umar Bonte, menyatakan dukungannya terhadap Musyawarah Daerah (Musda) KNPI Kota Tarakan yang digelar Minggu (11/5/2025).
Menurutnya, Musda memang perlu digelar karena KNPI Kaltara yang diketuai Niko Ruru harus memiliki struktur di tingkat kabupaten dan kota.
“Keliru juga jika ini dinarasikan sebagai perpecahan KNPI. Musda KNPI Kota Tarakan tahun lalu, versi Haris Pratama di Kaltara diketuai Andi Mulyono. Jadi, organisasinya berbeda. Saya juga Ketua KNPI, tetapi organisasinya berbeda dengan Niko Ruru dan Andi Mulyono,” ujarnya, Senin (12/5/2025).
Dia menjelaskan bahwa dualisme kepemimpinan terjadi jika dalam satu organisasi terdapat konflik internal.
Sedangkan di Kota Tarakan, Musda digelar untuk memilih kepemimpinan masing-masing organisasi.
Musda yang digelar di Tarakan bukanlah Musdalub atau Musda untuk mengganti kepemimpinan sebelumnya, melainkan Musda dengan organisasi yang berbeda,” ucap Fajar.
Di Kaltara, dia menjelaskan, kalau tidak salah, ada tiga KNPI Provinsi.
“Masing-masing memiliki pengurus pusat, badan hukum, dan kantor. Demikian juga di Kaltara dan tingkat kabupaten/kota,” katanya.
Terkait pernyataan Ketua Umum DPD IMM Kalimantan Utara, Ainulyansyah, Fajar Mentari menyebutkan, pernyataan soal perpecahan KNPI ini menunjukkan Ainulyansyah belum memiliki pengetahuan yang memadai tentang berorganisasi.
“Saya tidak mau mengatakan dia belum matang atau dewasa dalam berorganisasi. Menurut saya, dia hanya belum memahami definisi yang sebenarnya. Tetapi saya tetap mengapresiasi sikapnya yang kritis terhadap kepemudaan di Kaltara dan Kota Tarakan. Karena dia junior saya, saya menyarankan agar ia boleh kritis, tetapi jangan hanya berdasarkan asumsi.”
Tapi perlu dilakukan investigasi terlebih dahulu sebelum mengeluarkan pernyataan,” terangnya.
Menurutnya, Ainulyansyah harus memahami kedudukan masing-masing KNPI yang ada di pusat dan Kaltara. “Pelajari dulu, badan hukumnya seperti apa? Yang mana diakui Kemenpora? Yang Musda di Tarakan itu, apakah untuk mengganti yang sebelumnya atau memang organisasinya berbeda?” jelasnya.
“Saya juga pernah di titik kritisnya, Insya Allah se-Kaltara tahu bagaimana kritisnya saya, tapi bedanya kalau saya menggunakan metode investigasi, sementara Ainul hanya menggunakan asumsi, sehingga menurut saya itu kurang bijak,” lanjut Fajar.
Fajar juga mengatakan, wajar jika Gubernur Kaltara, Zainal Paliwang, dekat dengan KNPI.
“Itu bentuk perhatian Gubernur terhadap kepemudaan di Kaltara. Di KNPI versi Niko beliau hadir, di KNPI versi Andi Mulyono juga beliau hadir. Kalau cuma urusan berfoto, dengan siapa pun, termasuk dengan KNPI versi saya, Pak Gubernur juga malah sering berfoto dengan saya. Tidak mungkin beliau menolak. Jadi, tidak benar jika Gubernur punya kepentingan politik untuk mendukung salah satu KNPI di Kaltara,” terangnya.
“Soal kepentingan, semua KNPI punya kepentingan dengan pemerintah. Sebaliknya, pemerintah juga punya kepentingan terhadap pemuda di Kaltara,” imbuhnya.
Menurut Fajar, Niko memang sosok organisatoris, punya integritas yang baik, tidak punya cacat atau rekam jejak menyalahgunakan anggaran organisasi, tidak pernah korupsi, tidak terkenal sebagai pribadi yang arogan, tidak pernah butuh validasi atau pengakuan dari dirinya sendiri.
Niko adalah orang yang berpengaruh di Kaltara, sehingga tahu persoalan di Kaltara dan dikenal oleh organisasi-organisasi kepemudaan.
Sementara Andi Mulyono, belum begitu dikenal.
“Saya sendiri, yang juga Ketua KNPI Kaltara dengan versi berbeda, malu kepada Niko karena struktur di tingkat kabupaten/kota belum saya bentuk hingga sekarang, padahal saya lebih dulu menjadi ketua daripada Niko,’ bebernya.
Dia justru heran jika Ainul mempersoalkan Musda KNPI versi Niko Ruru, sementara dia menjadi bagian KNPI Kota Tarakan versi Andi Mulyono.
“Kalau bicara kepentingan, dia kan juga punya kepentingan? Lalu mengapa harus mempermasalahkan Musda KNPI versi Niko? Sementara dia sendiri berada dalam struktur KNPI versi Andi Mulyono, maka substansi yang dia persoalkan tentu subyektif,” tuturnya. (Hadi TN)