NUNUKAN – Aksi pemukat rumput laut di perairan Nunukan, Kalimantan Utara, membuang kembali hasil pukatnya, beredar di media sosial. Aksi itu dipicu oleh jebloknya harga rumput laut dalam enam bulan belakangan ini.
‘’Huuu… ndak ada harganya rumput. Pokoknya tarek buang, tarek buang saja. Tarek, buang lagi. Gak ada harga, banting saja, buang saja rumput laut. Sama-sama rugi, rugi pemukat, rugi juga pedagang,’’ mengutip suara kekecewaan dalam video berdurasi 30 detik, yang diposting oleh akun Facebook, Lukman Hakim.
Merespons itu, Ketua Koperasi Rumput Laut Mamolo Sejahtera, Kamaruddin, membenarkan, penurunan harga rumput laut kali ini cukup meresahkan.
‘’Kalau tidak salah, sejak bulan tiga, harga mulai turun. Dari Rp 42.000, terus turun ke Rp 30.000, Rp 25.000, sampai hari ini ada yang dijual Rp. 8000 per kilogram’’ujarnya, ditemui, Senin (18/9/2023).
Menurutnya, turunnya harga rumput laut dipicu oleh konflik perang di Eropa dan menurunnya permintaan dari Tiongkok.
Anjloknya harga, juga sudah berdampak pada upah buruh ikat yang selama ini menopang ekonomi masyarakat di Pulau Nunukan.
“Biasanya upah pabettang Rp. 13.000 per tali, sekarang turun menjadi Rp. 8.000 per tali,” sebutnya.
‘’Sekarang kita juga was-was dengan kondisi harga yang turun drastis tak bisa naik. Sempat naik kemarin tapi hitungan hari. Itupun tidak sesuai. Naiknya Rp. 1000, turunnya Rp. 3000, jadi memang benar-benar jatuh harganya,’’ tambahnya.
Untuk menjaga harga tetap stabil, Kamaruddin berharap Pemerintah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET).
‘’Mungkin butuh duduk bersama dengan Pemerintah Daerah, instansi pelabuhan juga pembudidaya dan pedagang, untuk mencari solusi atas masalah ini,’’ kata Kamaruddin.
Tak Bisa Menyalahkan Pemerintah.
Fenomena anjloknya harga rumput laut sudah sepantasnya menjadi perhatian semua pihak termasuk pembudidaya itu sendiri.
Lanjut Kamaruddin, petani juga harus menjaga kualitas kekeringan rumput laut sesuai keinginan pasar, yakni memenuhi kadar 37 sampai 38.
‘’Dan sampai hari ini, kita semua harus mengakui, sektor rumput laut belum memiliki kontribusi kepada pemerintah. Jadi tentu saja, masalah harga yang turun naik, tidak bisa menyalahkan pemerintah juga,’’ katanya.
Namun demikian, tentu bukan perkara sulit jika Pemerintah ingin mendapatkan PAD dari rumput laut.
Hal ini memang sangat wajar dan sudah seharusnya, karena dalam sebulan, hasil panen rumput laut Nunukan yang dikirim ke Sulawesi dan Surabaya, mencapai sekitar 6.000 ton.
‘’Mohon sediakan jembatan timbang dan terminal khusus bongkar muat rumput lautnya. Bisa juga Pemerintah menggandeng pihak ketiga, sehingga roda perekonomian masyarakat jalan, pemerintah juga mendapatkan pemasukan dari sektor ini,’’ jelasnya. (Dzulviqor)