NUNUKAN – Kasus dugaan korupsi yang menjerat Mikael Main alias Main anak dari Anginyok (47), Kepala Desa Binanun Kecamatan Sembakung Atulai, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, mulai disidangkan, Senin 30/08/2021.
Persidangan dimaksud digelar secara virtual oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Samarinda, dipimpin oleh Muhamad Nur Ibrahim beserta anggota H. Ukar Priyambodo dan Suprapto.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ricky Rangkuti mengatakan, terdakwa melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp. 423.550.000.
Hal tersebut sesuai dengan hasil pemeriksaan khusus (Riksus) Inspektorat Kabupaten Nunukan Nomor : 700/223/LHP/ITKAB-XII/2022 tanggal 23 November 2020 tentang revisi laporan Riksus atas Perhitungan Kerugian Negara pada Kasus Dugaan Penyimpangan Penggunaan APBDes Desa Binanun Kecamatan Sembakung Atulai Anggaran Tahun 2016-2017.
‘’Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,’’ ujarnya.
Sebelumnya, terdakwa yang menjabat sebagai Kepala Desa Binanun periode 2015-2021 ini ditahan oleh Polres Nunukan sejak 14 April 2021 karena diduga melakukan korupsi Dana Desa Tahun 2017 sebesar Rp.423 juta.
Sebagaimana dijelaskan Ricky, pada tahun 2017 Desa Binanun Kecamatan Sembakung Atulai menerima APBDes sebesar Rp. 936.911.000, terdiri dari Alokasi Dana Desa (ADD) sebesar Rp. 182.994.000 dan Dana Desa (DD) sebesar Rp. 753.917.000.
Dalam proses pencairan DD maupun ADD di Desa Binanun, terdakwa dengan inisiatif pribadi menyuruh Bernabas Sekretaris Desa Pagar, untuk mempersiapkan seluruh administrasi pencairan dengan imbalan uang.
‘’Mikael mencairkan sendiri DD dan ADD Desa Binanun ke Bank Kaltim tanpa mengajak Bendahara Desa Edi,’’ lanjut Ricky.
Uang tersebut digunakan untuk pembiayaan dua kegiatan yang akhirnya menjadi temuan.
Adapun rincian dua kegiatan dimaksud yakni;
1. DD dengan anggaran sebesar Rp.423.150.000 digunakan untuk pembukaan jalan usaha tani yang dilaporkan terealisasi 100 persen, namun hasil pemeriksaan hanya Rp.150.000.000 sehingga terjadi selisih 273.150.000.
2. ADD sebesar Rp.165.300.000 digunakan untuk membayar Penghasilan Tetap dan Tunjangan Aparat Desa Binanun yang dilaporkan terealisasi 100 persen, namun hasil pemeriksaan hanya ditemukan Rp. 14.900.000 sehingga terjadi selisih Rp.150.400.000.
“Dengan demikian total kerugian negara dari kasus ini sebesar Rp. 423.550.000.” jelas Ricky. (Dzulviqor)