Site icon Kabar Nunukan

Andre Pratama Luruskan Isu yang Mengaitkan Dirinya Sebagai Inisiator Pelarangan Pukat Jangkar

NUNUKAN – Nama anggota DPRD Nunukan, Andre Pratama, sedang santer dibicarakan di kalangan para pembudidaya dan pemukat rumput laut di Sebatik.

Komentar pedasnya yang mengkritisi kinerja Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kaltara, saat hering akhir September 2024 lalu, menjadi gorengan politik, yang akhirnya memunculkan namanya sebagai salah satu aktor/inisiator pelarangan pukat jangkar.

‘’Saya bantah anggapan itu. Justru saya katakan DKP Provinsi tidak pernah ada tindakan tegas selama ini, sehingga memicu kisruh antara pembudi daya dan pemukat yang kasusnya sampai di meja DPRD Nunukan,’’ kata Andre, dikonfirmasi, Jumat (11/10/2024).

Menurut Andre, DKP Provinsi tidak menganggarkan untuk pengawasan laut yang menjadi domain dan tanggung jawabnya.

Pada akhirnya, konflik pembudi daya rumput laut dan pemukat memicu konflik berkepanjangan.

Terakhir, rusaknya hampir 200 pondasi rumput laut oleh pukat jangkar di perairan Nunukan dan Pulau Sebatik, menjadi dasar para pembudidaya rumput laut ngelurug DPRD Nunukan.

Mereka mempertanyakan tindakan tegas aparat atas pelanggaran pukat jangkar, sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2023.

‘’Yang saya protes ke DKP dan Pemda Nunukan justru tidak adanya penentuan zonasi yang jelas. Mana zonasi budi daya, mana yang zonasi tangkap,’’ tegasnya.

Selain itu, pelarangan pukat jangkar, juga seharusnya menjadi perhatian khusus. Karena munculnya pukat jangkar, imbas dari kesulitan pemukat untuk mendapatkan tiang pancang.

‘’Dan sudah saya tegaskan juga, ketika ada pelarangan, sebaiknya solusi untuk pemukat jangkar juga ada. Jangan sudah keluar modal sekitar Rp 35 juta, lalu dilarang dan akhirnya menganggur. Bukankah itu semua saya jelaskan di hering kemarin?,’’ tanyanya.

Andre berpesan agar masyarakat lebih cerdas dalam memilah isu. Musim politik saat ini, menjadi rentan terhadap gorengan opini yang memicu kesalahfahaman dan berpotensi kisruh.

Meski demikian, sudah sepatutnya jika persoalan rumput laut, baik itu pembudidaya maupun pemukat, menjadi konsen pemerintah.

Potensi konflik di tengah laut atas permasahan yang terjadi cukup tinggi. belum lagi jika menyoal limbah botol bekas yang mencemari lingkungan dan menjadikan perairan Nunukan penuh sampah.

‘’Jadi seharusnya yang diramaikan adalah bagaimana solusi rumput laut. Bagaimana menentukan zonasi. Bagaimana merumuskan solusi sampah. Bukan menggiring opini dan menciptakan kegaduhan di tengah masyarakat,’’ kata Andre. (Dzulviqor)

Exit mobile version