Connect with us

Hi, what are you looking for?

Lainnya

Tuntut Sidang Kasus Dugaan Pencurian Buah Sawit Dihentikan, MHA Dayak Agabag Ngeluruk PN Nunukan

Aksi MHA Dayak Agabag di PN Nunukan.

NUNUKAN – Kelompok Masyarakat Hukum Adat (MHA) Dayak Agabag Nunukan Kalimantan Utara beramai-ramai mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Nunukan untuk menuntut sidang dugaan kasus pencurian buah sawit dihentikan. Kamis (06/05)

‘’Kami pergi ke kota dan berjalan kaki dari alun-alun Nunukan menuju kantor Pengadilan. Ini adalah dukungan warga dayak Agabag kepada rekan kami yang dijadikan kriminal dan dipenjarakan oleh pihak perusahaan KHL,’’ ujar Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR), Muriono.

MHA Dayak Agabag datang secara mandiri dari desa mereka menggunakan transportasi untuk menyeberang ke pulau Nunukan.

Menggunakan atribut lengkap khas Dayak, pasukan merah dayak ini juga melakukan sejumlah ritual adat di depan PN Nunukan.

Mereka menyembelih dan meminum darah babi sebagai simbol permohonan kepada para leluhur, agar langkah mereka selalu direstui dan dimudahkan.

‘’Kami akan lakukan aksi solidaritas seperti ini setiap kali sidang. Kami tidak berhenti hingga saudara-saudara kami dibebaskan,’’ tegas ketua pasukan merah Dayak Nunukan ini.

Saat ini, sidang telah berjalan sampai agenda tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Nunukan terhadap eksepsi tim kuasa hukum para terdakwa.

Dalam persidangan yang dipimpin ketua PN Nunukan, Rakhmad Dwinanto ini, JPU menilai bahwa pengakuan tanah ulayat oleh MHA Dayak Agabag tidak bisa dibenarkan.

‘’Bahwa suatu tanah ulayat tidak serta merta ada ketika terdapat pengakuan terhadap Masyarakat Hukum Adat. Namun tanah ulayat akan diakui jika didaftarkan yang akan dibuktikan dengan sertifikat atau telah tercatat dalam daftar tanah ulayat,’’ ujar JPU Ricky Rangkuti, membacakan tanggapan eksepsi kuasa hukum para terdakwa.

JPU berpendapat Hak Guna Usaha (HGU) hanya diberikan pada lahan yang berstatus tanah Negara, secara normatif tidak mungkin diterbitkan diatas tanah ulayat.

Baca Juga:  Diduga Akibat Korsleting Listrik, Dua Unit Rumah Lansia di Sei Bilal Ludes Terbakar

Oleh karena itu, klaim tanah ulayat oleh masyarakat Dayak Agabag tidak dapat dibenarkan, karena dalam tanah tersebut telah terdapat HGU berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 85/HGU/BPN/ 2004 tentang pemberian HGU kepada PT KHL.

‘’Hal tersebut mematahkan klaim Penasihat Hukum atas tanah ulayat. Karena HGU tidak akan diberikan jika tanah tersebut sudah diakui sebagai tanah ulayat. Dan HGU hanya akan diberikan ketika tanah merupakan milik negara, bahkan jika tanah ulayat dibutuhkan untuk keperluan HGU, maka tanah ulayat harus dilepaskan dan diubah statusnya menjadi tanah Negara,’’ tegasnya.

Tanggapan Kuasa Hukum.

Dimintai tanggapan atas pendapat JPU tersebut, penasehat hukum para terdakwa, Theodorus, mengaku pernyataan tersebut sangat menggelikan.

Theodorus memastikan tanah MHA tidak ada satupun yang bersertifikat. Akan tetapi, keberadaan MHA sudah diakui oleh konstitusi Negara ini, bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka.

‘’Bicara hak ulayat, masyarakat Agabag diakui dalam Perda Nunukan. Selain itu, silahkan diulas lagi tentang undang-undang perkebunan, MHA itu tidak bisa dikatakan mencuri,’’ kata pria yang akrab disapa Theo ini.

Theo juga akan terus berjuang untuk kebebasan para terdakwa. Ia menilai, para terdakwa hanya melakukan panen di tanah ‘Jakau’ atau tanam tumbuh, sehingga perusahaan yang melaporkan mereka ke Polisi dianggap semena-mena.

Sejumlah upaya mediasi sudah ditempuh untuk perdamaian. Namun pihak perusahaan tak bergeming. Kasus ini bahkan pernah dibicarakan di depan Wamen Agraria dan Tata Ruang, Surya Tjandra saat berkunjung ke Nunukan, bahkan pernah menjadi atensi anggota DPD RI, Ferdinan Sinaga.

Namun lagi-lagi, hal tersebut tidak membuahkan hasil karena perusahaan PT.KHL bersikukuh tidak mau mencabut tudingan penyerobotan lahan dan pencurian buah kelapa sawit ini.

Baca Juga:  Terbukti Korupsi ADD, Eks Kades Binanun Mikael Main Divonis 4 Tahun Penjara

‘’Minggu depan sidang akan sampai di putusan sela. Kita akan lihat besok, kalau ditolak, pasti kita lanjut dan akan lakukan perlawanan untuk pembelaan,’’ tegasnya.

Kronologis kasus.

Perusahaan perkebunan PT.KHL yang beroperasi di Kecamatan Sebuku Kabupaten Nunukan, melaporkan 17 warga adat Dayak Agabag ke Polisi.

Mereka menuding klaim sepihak lahan dalam HGU dengan luasan kurang lebih 600 hektar dari 20.000 hektar milik perusahaan. Masyarakat juga memanen buah sawit mereka.

Dari 17 warga yang dilaporkan PT. KHL, Polisi telah menetapkan 5 orang sebagai tersangka.

Kasat Reskrim Polres Nunukan, AKP.Marhadiansyah Tofiqs Setiaji mengatakan, penetapan tersangka dilakukan setelah turun ke lapangan dan memastikan garis batas lahan PT.KHL melalui HGU, pengukuran GPS, serta berkoordinasi dengan Dinas Perkebunan Kabupaten Nunukan.

‘’Para tersangka dijerat dengan Pasal 107 huruf a dan/atau Pasal 107 huruf d Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan,’’ kata Marhadiansyah. (Dzulviqor)

Loading

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kabar Lainnya

Nunukan

NUNUKAN – Bank Rakyat Indonesia (BRI) cabang Nunukan, merilis hasil investigasi kasus hilangnya uang nasabah bernama Betris, senilai kurang lebih Rp. 384 juta, Selasa,...

Olahraga

NUNUKAN – Sabri, salah satu Atlet panjat tebing asal Nunukan, yang pernah meraih medali emas (perorangan) pada PON XVII 2012 di Riau, Perunggu (perorangan)...

Nunukan

NUNUKAN – Bank Rakyat Indonesia (BRI) menggelar senam sehat, bertajuk ‘Bilang aja gak terhadap kejahatan perbankan’, di halaman Kantor Cabang BRI, Jalan TVRI, Nunukan...

Hukum

Menanggapi keterlibatan dua angotanya, Syaiful menegaskan, tidak ada toleransi bagi anggotanya yang terlibat penyalahgunaan narkoba.