NUNUKAN –Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Nunukan, menyatakan, keluhan transmigran di SP 5 Sebakis, Nunukan, Kalimantan Utara, sudah menjadi atensi dan sedang berproses.
Kepala Bidang Transimgrasi, Disnakertrans Nunukan, Abdul Hafid, menuturkan, persoalan ini telah dilaporkan kepada Pemerintah Provinsi dan Pusat.
“Kemarin, kita zoom meeting dengan Kemenakertrans, BPN Wilayah juga BPN Nunukan. Sudah ada perintah untuk segera mengurus sertifikat yang menjadi hak para transmigran,’’ jawabnya, dikonfirmasi, Jumat (4/8/2023).
Tambahnya, data dan arsip para transmigran sudah disetorkan untuk diproses.
‘’Ada juga masalah serupa di SP 1 dan SP 2, seperti juga yang dialami masyarakat transmigran SP 5. Kita sudah paparkan inti permasalahannya, dan Insyaalloh kalau pergeseran anggaran di BPN disetujui, mereka ke SP 5 untuk proses penerbitan sertifikat lahan yang memang hak warga transmigran,’’ kata Hafid lagi.
Dari pemaparan saat zoom meeting bersama stake holder di Pemprov Kaltara dan BPN Wilayah, disebut luas lahan yang akan dialokasikan untuk SP 5 sekitar 98 bidang, yang diprioritaskan untuk warga asal.
Sedangkan di SP 1 dan SP 2, lahan yang dialokasikan sekitar 150 bidang, sesuai kegiatan rancang kapling, yang dilaksanakan Pemprov Kaltara.
‘’Untuk masalah ganti rugi bagi para transmigran yang belum menerima haknya selama sepuluh tahun, kami tidak berani berbicara itu. Yang kita prioritaskan saat ini, mereka mendapatkan dulu hak mereka. Selanjutnya, kita pertanyakan lagi untuk soal ganti rugi itu ke pusat,’’ jelasnya.
Terkait keberangkatan tiga orang transmigran yang diberangkatkan ke Jakarta melalui urunan dana kelompok mereka, Hafid menyesalkan tindakan tersebut.
Seharusnya, kata dia, warga bisa berkoordinasi dengan Pemkab Nunukan untuk difasilitasi, dan sama sama ke Jakarta, agar bisa mendapat kejelasan dan jawaban memuaskan dari pemerintah pusat.
‘’Barang ini kan sedang berproses. Dan sebenarnya mau mereka berangkat atau tidak berangkat, jawabannya sama. Tinggal masalah waktu. Kan sayang uang Rp. 300.000 per orang yang seharusnya bisa dipakai untuk kebutuhan lain. Kami cukup menyesalkan aksi mereka, karena seakan tidak percaya dengan pemerintah,’’ sesal Hafid. (Dzulviqor)