NUNUKAN – Belum tuntas kasus laporan dugaan perundungan melalui sosial media terhadap remaja putri berinisial EF (17), istri oknum anggota DPRD Nunukan berinisial FRD kembali dilaporkan atas dugaan body shaming atau ejekan fisik.
Laporan tersebut tertera pada Surat Tanda Terima Pengaduan (STTP) Nomor : STTP/134/IX/2021/Reskrim.
Pelapor kali ini adalah laki-laki berinisial MH (23), ia mengadukan adanya dugaan pencemaran nama baik melalui Instagram dengan akun di.nonaktifkan¬¬_ yang diduga milik FRD.
Penasehat Hukum (PH) pelapor, Aditya Wardana,S.H.,M.Kn, pada Minggu 17/10/2021, menjelaskan FRD diduga melakukan ejekan fisik melalui instatory yang disertai kalimat hinaan dengan menyebut kliennya bencong.
“Dia (FRD) juga mengomentari bentuk tubuh atau wajah MH yang disamakan dengan helm KYT,’’ujar Aditya.
Aditya menegaskan, bahkan FRD melalui direct messenger dengan MH mengakui perbuatannya yang dianggap telah melakukan penghinaan terhadap MH.
“Bahkan FRD mempersilahkan MH untuk mengambil tangkapan layar pada perbincangan dengan MH tersebut” tambah Aditya.
Pelaporan terhadap FRD ini mengacu pada ketentuan Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (3) jo. Pasal 45B dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
‘’Body shaming, adalah tindakan atau perbuatan perundungan yang mengejek, menghina, mempermalukan, mencemarkan nama baik dan mengintimidasi seseorang dengan mengomentari fisik (bentuk maupun ukuran tubuh), sikap, perilaku atau penampilan seseorang,’’ jelasnya.
Adapun beberapa hal yang dikategorikan tindakan atau perbuatan body shaming secara verbal dalam kehidupan sehari-hari seperti dilontarkannya kata-kata tak pantas yang mengacu pada penghinaan fisik dan kata kata makian yang diluar etika sopan santun.
‘’Bahkan kalimat candaan ejekan seperti sebutan bencong, banci, ngondek, dan lain lain, itu masuk kategori body shaming. Selain menyerang kehormatan dan nama baik, perbuatan ini berdampak buruk pada kesehatan mental bagi korban perundungan, seperti tertekannya psikologis, depresi, dikucilkannya korban oleh lingkungan sekitarnya, bahkan dibeberapa kasus dapat mendorong korbannya untuk melakukan tindakan bunuh diri,’’ imbuhnya.
Sebelumnya kasus ini sudah melewati proses mediasi pada 13/10/2021 lalu, namun tidak menemukan titik terang.
Menurut Adit, FRD sebagai isteri Anggota DPRD Kabupaten Nunukan itu seharusnya mampu mejaga perilakunya serta lebih bijak menyikapi masalah.
Terlebih, perkara ini masuk dalam delik khusus dan berlaku azas lex specialis derogat lex generali, yaitu peraturan khusus yang mengesampingkan aturan umum.
‘’Akibat postingan Instastory FRD, kasus ini menjadi bahan pemberitaan beberapa media elektronik bahkan menjadi konten yang diunggah beberapa akun instagram dengan id @tarakaninfo, @tarakanku, @lingkarkaltara, dan lain lain,’’ sesal Adit. (Dzulviqor)