NUNUKAN, KN – Permasalahan sampah botol plastik bekas pelampung rumput laut yang mencemari perairan Nunukan, Kalimantan Utara, telah mencapai titik kritis.
Pemandangan sampah plastik yang mengambang di laut menjadi pemandangan sehari-hari yang meresahkan. Kondisi ini menarik perhatian khusus TNI Angkatan Laut.
Sebagai respons, Dinas Pembinaan Potensi Maritim TNI AL (Dispotmaral) menggelar aksi Pembinaan Ketahanan Wilayah Maritim (Bintahwilmar) di Pantai Samudera, Nunukan Selatan.
Kegiatan yang berlangsung pada Jumat (15/8/2025) ini bertujuan untuk mengembalikan kebersihan laut dan meningkatkan kesadaran masyarakat pesisir di perbatasan RI-Malaysia.
Ratusan warga dari berbagai elemen turut serta, bahu-membahu memungut sampah plastik di pesisir pantai.
Sebagian lainnya menanam mangrove sebagai upaya mencegah abrasi.
Komandan Pangkalan TNI AL (Danlanal) Nunukan, Letkol Laut (P) Primayantha Maulana Malik, menyoroti pentingnya menjaga ekosistem laut.
“Laut telah memberi kita kehidupan. Ikan, udang, rumput laut, begitu banyak sumber daya lautan. Sayangnya, kita tidak memberi perhatian yang cukup, bahkan sengaja mengotori lautan dengan membuang sampah sembarangan,” ujarnya.
Menurut Primayantha, dampak dari limbah di lautan sangat terasa. Nelayan Nunukan kini kesulitan mencari ikan dan udang, hasil rumput laut menurun drastis, dan jalur pelayaran sering terganggu.
“Mari kita sayangi laut dan pantai demi kehidupan kita dan anak cucu kita nanti,” ajaknya.
Sinergi Antarinstansi dan Program Pengelolaan Sampah
Kasubdis Bintahwilmar Dispotmaral, Kolonel Laut (P) Samsul Bahari, mengapresiasi eratnya sinergi antarinstansi di Nunukan yang mempermudah pelaksanaan aksi bersih-bersih pantai ini.
Ia berharap, program yang dinamai Prolasi (Program Laut Bersih) ini dapat menjadi percontohan bagi daerah lain.
Sementara itu, Plt Sekretaris Daerah Nunukan, Ir. Jabbar, mengakui, pencemaran laut menimbulkan dampak luas, dari kerusakan ekosistem hingga ancaman bagi kesehatan manusia dan ekonomi.
Oleh karenanya, Pemkab Nunukan telah mengambil langkah proaktif dengan mengolah limbah botol plastik menjadi pelampung baru.
“Ini salah satu cara mengurai botol bekas yang mencemari lautan,” katanya.
Data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Nunukan menunjukkan fakta yang mengkhawatirkan.
Dalam sehari, sekitar 25 ton sampah dihasilkan di Nunukan, 5 ton diantaranya berasal dari botol bekas pelampung rumput laut.
Menanggapi permasalahan ini, Pemkab Nunukan telah merumuskan program bernama O’SILEBAH (Optimalisasi Edukasi, Ekologi, dan Ekonomi Berbasis Sampah).
“Program Silebah adalah langkah proaktif dalam mengurangi sampah,” tegas Jabbar.
Pemkab juga memiliki solusi lain seperti Bank Sampah, baik di tingkat unit, induk, maupun di sekolah.
Selain itu, TPS 3R (Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, Recycle) juga didirikan untuk memaksimalkan pengelolaan limbah.
“Kami mengajak semua agar sadar akan bahaya sampah. Jangan membuang sampah sembarangan,” pungkas Jabbar. (Dzulviqor)