NUNUKAN – Perselisihan antara Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) pelabuhan Tunon Taka dengan Koperasi Persada dan Koperasi Maju Sentosa terkait bongkar muat batu bara belum menemukan titik terang.
Padahal permasalahan ini sudah sampai kepada Presiden RI, Joko Widodo.
Konflik yang bermula sejak awal 2021, dan berimplikasi pada mata pencaharian dan keberlangsungan pekerjaan sekitar 436 buruh ini membuat Koperasi TKBM Tunon Taka berinisiatif melaporkan langsung ke Presiden Jokowi.
Melalui surat Nomor: 57/KTBM-NNK/IV/2021 tentang Permohonan Mediasi dan Penyampaian Aspirasi Buruh TKBM Kabupaten Nunukan Dalam Permasalahan Bongkar Muat, yang ditujukan ke istana, para buruh berharap perselisihan segera ada titik terang.
‘’KSOP Nunukan dihubungi Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet untuk menyelesaikan permasalahan ini secara damai. Ada juga perintah kami terima dari Kementrian Perhubungan menindak lanjuti instruksi Presiden, untuk menyelesaikan tigalisme TKBM,’’ ujar Kepala Kantor Syahbandar dan Otorita Pelabuhan (KSOP) Nunukan, Faisal Rahman, Sabtu (12/6/2021).
Ada 3 Koperasi yang memiliki buruh bongkar muat batu bara, masing-masing Koperasi TKBM Tunon Taka, Koperasi Persada dan Koperasi Maju Sentosa.
Masing masing pihak saling merasa benar dan telah sesuai dengan aturan dalam melakukan aktifitas bongkar muat. Kecuali Koperasi Persada yang sudah tidak lagi melakukan kegiatan.
Koperasi TKBM Tunon Taka berpegang pada SKB 2 Dirjen 1 Deputi tahun 2011 tentang pembinaan dan penataan koperasi TKBM di pelabuhan.
Sementara Koperasi Maju Sentosa, berpegang pada Permenhub No.152 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang dari dan ke Kapal.
‘’Ada dua opsi yang diberikan Kementrian Perhubungan untuk mengatasi masalah ini. Pertama dengan melebur semua menjadi satu TKBM, opsi lain dilakukan biding atau lelang untuk menentukan siapa yang berhak atas pekerjaan bongkar muat tersebut,’’ imbuh Faisal.
Sayangnya, meski mediasi dilakukan selama setengah hari, tidak ada solusi yang disepakati.
Masing-masing ingin memegang kendali penuh atas aktifitas buruhnya, sehingga permasalahan ini akan kembali diserahkan ke Pusat.
‘’Sudah kami warning kedua belah pihak agar menyingkirkan ego dan mencari jalan terbaik dengan melebur menjadi satu dan berbagi jatah kerja dan buruh. Sayangnya, keduanya tidak sepakat dan mediasi tidak menghasilkan solusi,’’ imbuhnya.
Faisal cukup menyayangkan nihilnya solusi pada mediasi yang dilakukan. Karena itu berpotensi pada pilihan lelang yang tentu akan berdampak terciptanya banyak pengangguran di Nunukan dan berpotensi kerusuhan lebih luas.
‘’Kami berharap kasus ini tidak membuat pengusaha menarik diri dengan tidak mau membongkar muatan batu bara di Nunukan. Pengusaha tentu tak mau rugi dan disibukkan dengan kasus begini. Ini juga pernah terjadi di Samboja, sebanyak 850 buruh menganggur gara-gara kasus begini,’’ sesalnya.
Perselisihan antar TKBM bermula dari munculnya Koperasi Maju Sentosa yang kemudian membuat jatah pekerjaan mereka berkurang.
TKBM Tunon Taka lalu mempertanyakan legalitas koperasi, dan menuding terjadi pembiaran oleh Petugas Kantor Syahbandaran dan Otorita Pelabuhan (KSOP).
‘’Aturannya dalam SKB 2 Dirjen 1 Deputi tahun 2011 tentang pembinaan dan penataan koperasi TKBM di pelabuhan sudah jelas. Hanya boleh satu TKBM, dan tidak boleh ada aktifitas bongkar muat dilakukan oleh selain TKBM,’’ ujar Ketua TKBM Tunon Taka, Fatma.
Menurutnya, para buruh koperasi Nunukan selain koperasi TKBM Tunon Taka, tidak memiliki legalitas dan tidak mengantongi izin bongkar muat batu bara.
‘’Ada sekitar 436 anggota buruh TKBM Nunukan yang seharusnya dipertahankan eksistensinya. Bukan malah memberikan kebebasan koperasi di luar TKBM mengambil alih pekerjaan mereka,’’ katanya lagi.
Merespon tuduhan Fatma, Ketua Koperasi Jasa Maju Sentosa Mia Karina mengatakan, koperasinya berdiri dengan badan hukum yang jelas.
Seluruh anggota koperasi Maju Sentosa dipastikan memiliki Surat Izin Operasi (SIO) sebagai lisensi untuk mengoperasikan alat berat, mengantongi BPJS Tenaga Kerja, dan semua perizinan bisa dipertanggung jawabkan secara hukum.
‘’Kerja bongkar muat yang dilakukan koperasi kami, bukan di wilayah pelabuhan. Itu boleh dilakukan meski oleh selain TKBM. Kecuali bongkar muat dilakukan di wilayah pelabuhan, maka harus TKBM,’’ jawabnya.
Menurut Mia, Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Dirjen dan 1 Deputi yang dikeluarkan 2011 sudah tak lagi berlaku, ada peraturan Menteri Perhubungan yang baru yang menjadi dasar aturan.
‘’Silahkan dilihat Permenhub 152 itu acuan kita, sementara SKB tentu tidak bisa membatalkan Permen,’’ tegasnya. (Dzulviqor)