NUNUKAN – Persatuan Pelaut Kaltara (PPK) menyoroti nihilnya Perjanjian Kerja Laut (PKL) yang seharusnya dimiliki oleh awak kapal.
Sehingga, tidak ada jaminan yang mengikat para awak kapal agar bisa memperoleh hak-hak mereka sebagai seorang pelaut.
Alhasil sebagian besar dari mereka kini menghadapi kondisi yang dilematis.
‘’Menolak pekerjaan, akan menjadi pilihan pahit menimbang dapur tidak akan ngebul. Ada keluarga yang harus dihidupi. Tapi jika diterima, hak hak para pelaut tidak bisa diperoleh akibat tidak adanya PKL,’ ujar Ketua Umum Persatuan Pelaut Kaltara (PPK) Awaluddin, Rabu (11/5).
Dia menjelaskan, seberapa penting PKL, dirincikan dalam Pasal 224 Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Ayat (1) Setiap orang yang bekerja di kapal dalam jabatan apa pun harus memiliki kompetensi, dokumen pelaut, dan disijil oleh Syahbandar.
Ayat (2) Sijil Awak Kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan:
a. Penandatanganan perjanjian kerja laut yang dilakukan oleh pelaut dan perusahaan angkutan laut diketahui oleh Syahbandar; dan
b. Berdasarkan penandatanganan perjanjian kerja laut, Nakhoda memasukkan nama dan jabatan Awak Kapal sesuai dengan kompetensinya ke dalam buku sijil yang disahkan oleh Syahbandar.
Selain itu, konsekuensi dari perusahaan yang mempekerjakan ABK tidak sesuai aturan memiliki konsekuensi tidak ringan.
Hal ini dijelaskan secara gamblang dalam Pasal 310 Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang berbunyi : Setiap orang yang mempekerjakan Awak Kapal tanpa memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam pasal 135 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Lebih gamblang lagi, pada pasal 337 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, menyatakan bahwa, ketentuan ketenagakerjaan di bidang pelayaran dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang Ketenagakerjaan.
‘’Kami PPK berharap agar Pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja, melihat persoalan ini sebagai masalah serius. Awak kapal bekerja dengan risiko nyawa, namun kesejahteraan dan keselamatan mereka nihil,’’ kata Awal lagi.
Awaluddin, kembali menegaskan, memiliki PKL merupakan sebuah keharusan bagi para pelaut.
Hal tersebut tercantum dalam Pasal 18 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan yang menyatakan bahwa : “Setiap pelaut yang akan disijil harus memiliki Perjanjian Kerja Laut yang masih berlaku”
Pasal yang sama menegaskan, awak kapal wajib menandatangani Perjanjian Kerja Laut (PKL) baru agar Nakhoda dapat memasukkan nama dan jabatan ke dalam buku sijil dimana hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 224 Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
‘’Yang terjadi, pelaut Kaltara bahkan hampir semua tidak punya PKL. Imbasnya cukup luas, tidak sedikit pelaut digaji jauh dibawah UMR. Bahkan ada yang Rp. 750.000 sebulan, lembur tidak dihitung, ketika protes ke bosnya, dia dipecat dan digantikan dengan ABK baru,’’ sesalnya. (Dzuviqor)