NUNUKAN – Wilayah Kalimantan Utara, terpetakan sebagai salah satu zona merah dalam setiap perhelatan Pemilihan Umum.
Indikasi masih kuatnya paham kedaerahan dan SARA, menjadi faktor dominan dalam ketetapan status wilayah rawan.
Seiring itu, Kapolres Nunukan, AKBP. Ricky Hadianto, mengungkapkan, akan terus melakukan pendekatan humanis dan terus menjalin sinergi dengan banyak organisasi adat serta Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB), sebagai salah satu langkah meredam potensi konflik di Pemilu.
‘’Butuh adanya sinergitas dengan semua kalangan. Kita bina hubungan sosial yang baik, dan kita akan sowan ke FKUB untuk sama-sama menjaga kondusifitas wilayah dalam perhelatan demokrasi di perbatasan RI,’’ ujarnya, Jumat (5/8).
Wilayah Kabupaten Nunukan, sampai hari ini masih diwarnai dengan ragam budaya dan adat istiadat etnis yang beragam.
Sejumlah organisasi dan paguyuban adat cukup banyak. Bahkan di beberapa daerah, hukum adat masih berlaku.
Ricky menegaskan, Polisi mendapat kendala dalam penerapan hukum Negara, manakala ada kasus pidana yang diselesaikan dengan adat.
‘’Padahal seharusnya kalau pidana murni, maka hukum yang digunakan adalah KUHP dan KUHAP. Benturannya, ketika perbuatan pidana diberlakukan hukum adat, penyidikan tidak berjalan sebagaimana mestinya,’’ katanya lagi.
Ragam identitas dan kesukuan, memang menjadi dinamika dan menunjukkan kekayaan budaya yang menjadi warisan tak benda.
Hanya saja, persatuan dalam Bhinneka Tunggal Ika, seharusnya menjadikan penerapan hukum Negara menjadi dasar dari segala hukum.
‘’Karena kalau hukum adat, itu berlaku bagi adat tertentu, tidak menyeluruh. Pada dasarnya, itu tidak bisa diterapkan bagi identitas berbeda suku, kecuali ada MoU, atau papan pengumuman yang dipasang di Bandara atau pintu kedatangan, bahwa penerapan hukum tersebut, berlaku di Nunukan dengan kesepakatan pemangku kebijakan,’’ imbuhnya.
Selain itu, langkah arif dan bijak, sudah seharusnya menjadi pedoman bagi para insan jurnalis.
Kalangan pers, harus memberitakan peristiwa dengan dasar fakta dan data yang valid.
‘’Kalau ada berita yang kurang bijak dan menimbulkan perpecahan, kita tidak akan mampu menyatukannya. Salah satu contoh kasus Ambon. Meski damai di permukaan, meski terjadi puluhan tahun, itu masih ibarat bara dalam sekam. Jadi mohon pemberitaan ke arah lebih bijak dan arif,’’ kata Ricky.
Upaya membandung berita hoaks juga menjadi urgent. Patroli cyber dan isu panas akan menjadi bola liar jika dibiarkan berlarut dan berkembang akibat komentar netizen.
‘’Mari sama-sama mengantisipasi persoalan yang mengarah ke konflik sekecil apapun. Kita harus sama sama bergerak, setidaknya sampai status merah itu bisa menjadi kuning, kalau bisa hijau,’’ kata Ricky. (Dzulviqor)