Oleh: Taufik Ramli
Anda mungkin pernah mendengar istilah anak muda, “teman sefrekuensi,” yang secara umum menggambarkan hubungan pertemanan yang menyatukan dua orang atau lebih dengan satu pemikiran, pilihan, dan keselarasan. Mereka berkumpul karena memiliki banyak kecocokan, alias satu kubu atau sekutu. Kelompok ini cenderung menolak orang yang sejak awal tidak sejalan atau tidak sefrekuensi.
Dalam realitas politik, khususnya di daerah Nunukan, fenomena ini menjadi sangat relevan. Hal ini teraktualisasi dari fenomena setiap penyelenggaraan Musda atau Mubes di organisasi eksternal. Organisasi di bidang olahraga (seperti KORMI dan KONI), kepemudaan (seperti KNPI), hingga sosial (seperti PMI), kini diisi oleh para ketua yang berapliasi kuat dengan penguasa di pemerintahan saat ini.
Bahaya Gaya Endorsmen Penguasa
Gaya endorsmen penguasa terhadap organisasi seperti ini terlihat lumrah, bahkan sudah terjadi di setiap era kepemimpinan. Kita memahami, setiap organisasi membutuhkan dukungan logistik, baik dari segi dana, sarana, dan prasarana, yang bersumber dari pemerintah daerah. Mendekatkan diri kepada penguasa merupakan langkah taktis dan pragmatis agar organisasi bisa tetap hidup dan tidak mati suri.
Latar belakang para ketua umum organisasi ini juga beragam: ada yang berasal dari tokoh partai politik pengusung, saudara atau keluarga, sampai yang berasal dari tim sukses pemenangan. Situasi ini menggambarkan bahwa hegemoni kekuasaan dan peta politik di Nunukan berubah arah secara perlahan.
Di hampir setiap perhelatan acara, kita akan selalu melihat gambar kepala daerah bersanding dengan para ketum organisasi tersebut pada spanduk atau baliho. Semiotik seperti ini memberikan pesan visual yang kuat kepada publik: bahwa terdapat hubungan kuat dan seirama antara pemerintah daerah dan organisasi tersebut. Bukan hanya dalam rangka menyelesaikan program-program pemerintah, tetapi lebih dari itu, ia adalah dukungan politik terselubung.
Ancaman terhadap Independensi Organisasi
Dalam jangka pendek, hubungan erat pemerintah daerah dengan kelompok ‘sefrekuensi’ ini memberikan dampak baik bagi keberlangsungan sebuah organisasi. Namun, secara jangka panjang ia berbahaya bagi sistem kaderisasi dan regenerasi.
Hal ini akan mengikis independensi, eksistensi, netralitas, dan kemandirian suatu organisasi. Seharusnya, sebuah organisasi tetap berdikari—berdiri di kaki sendiri—di mana pun ia berpijak. Langkah taktis ini dapat menjadi tidak sejalan lagi dengan filosofi para pendiri organisasi. Organisasi seharusnya tidak hanya bisa copy-paste program pemerintah daerah lalu dijadikan program kerja, apalagi sekadar menjadi corong untuk penguasa.
Tagihan Janji ‘Energi Baru’ dan Kesejahteraan
Menapak tilas narasi Energi Baru yang menjanjikan perubahan di masa kampanye 2024 lalu, langkah strategis 17 Arah Perubahan Energi Baru seharusnya menjadi pedoman atau garis besar haluan pemerintah daerah dalam mengejawantahkan kesejahteraan di perbatasan.
Kita harus mengakui, hari ini sudah terdapat beberapa janji yang teralisasi. Namun, masih banyak pekerjaan rumah yang menunggu untuk diselesaikan, seperti janji menstabilkan harga rumput laut yang tak kunjung membaik. Padahal, komoditas tersebut telah menjadi mata pencaharian utama sebagian besar masyarakat dalam memenuhi kebutuhan ekonominya.
Lewat opini ini, penulis berharap dan kembali mengingatkan, semoga perubahan yang dimaksud tidak hanya sekadar mengganti tongkat estafet kepemimpinan di segala lini atau menjadi pengaruh baru di kancah politik Nunukan. Jauh dari itu, ia harus mampu menyentuh hal yang lebih substansial, yakni terwujudnya perubahan dalam bentuk kesejahteraan bagi masyarakat Nunukan secara menyeluruh.
Jangan sampai hegemoni kekuasaan yang sudah berhasil diraih hanya menjadi ajang euforia—bagi-bagi kue kekuasaan untuk tim sukses atau tokoh politik dari partai pengusung. Apalagi hanya menjadi cap sponsor bagi organisasi-organisasi eksternal yang memanfaatkan relasi dan kedekatannya dengan pemerintah. Ingatlah kembali mandat yang sudah diterima langsung oleh rakyat yang telah memilih pasangan IRAMA nomor urut 3, persis setahun yang lalu.

