Site icon Kabar Nunukan

Menteri Yasonna Tegaskan Pentingnya Pengawasan Perbatasan dan Kolaborasi

ADELAIDE – Menteri Hukum dan HAM RI, Yasonna Laoly menyatakan komitmen Pemerintah dalam memerangi tindakan perdagangan orang di wilayah perbatasan.

Komitmen itu juga selaras dengan rekomendasi AAA ((Acknowlegde, Act, Advance) hasil rekomendasi dari Government and Business Forum (GABF).

“Kami Pemerintah Indonesia berkomitmen tinggi dalam memerangi perdagangan orang termasuk berkolaborasi dengan dunia usaha,” ujar Yasonna Laoly pada forum Bali Process di Adelaide, Australia, Jumat (10/02/2023) kemarin.

Dalam Forum Bali Process, saat sesi Future Collaboration Menkumham mengusulkan peningkatan kerja sama bidang teknologi digital dan platform media sosial untuk memerangi perdagangan manusia.

Dia juga menekankan pentingnya penelitian dan kampanye bersama tentang tren dan praktik bisnis agar bermanfaat dalam pelibatan GABF dengan khalayak yang lebih luas.

Selanjutnya, pada sesi Plenary I tentang teknologi, Yasonna menyampaikan empat langkah yang perlu disikapi oleh anggota Forum Bali Process.

Langkah dimaksud ialah, meningkatkan kerja sama dalam penguatan hukum, menajamkan kerja sama pengawasan perbatasan, meningkatkan pemanfaatan platform teknologi serta melakukan penelitian, menyusun pedoman dan pelatihan untuk responden pertama di perbatasan.

“Indonesia berkomitmen mencegah segala bentuk perdagangan orang dengan cara peningkatan pengawasan di perbatasan dan pintu-pintu imigrasi. Komitmen tersebut tidak dapat diraih secara optimal tanpa kerjasama serta dukungan dan kolaborasi dari berbagai pihak, khususnya sektor swasta atau bisnis,” imbuh Yasonna.

Oleh karenanya, diperlukan adanya sinergitas dan peningkatan kolaborasi oleh semua anggota, pengamat, dan pemangku kepentingan terkait lainnya baik itu publik, privat bahkan individual.

Sementara itu, pada sesi Plenary II Bali Process berfokus pada masa depan, selaku Pimpinan Delegasi dari Indonesia, Yasonna menyampaikan tiga usulan. Pertama, memperkuat kerja sama penegakan hukum dan manajemen pengawasan perbatasan. Kedua, menghidupkan kembali mekanisme yang ada melalui Pokja secara inklusif dan kreatif. Dan ketiga, merancang kerja sama praktis atau teknis yang ditargetkan untuk mendukung anggota Bali Process, termasuk didalamnya kesepakatan bantuan hukum timbal balik dan perjanjian ekstradisi.

Sebagai informasi, Bali Process merupakan forum yang digagas Indonesia dan Australia pada tahun 2002.

Forum ini bertujuan memperkuat upaya menanggulangi persoalan penyelundupan manusia dan perdagangan orang, serta kejahatan lintas negara terkait lainnya.

Bali Process 2023 mengangkat isu guna mendorong upaya kolektif antara pemerintah dengan sektor swasta dalam memerangi perdagangan manusia untuk kerja paksa, perbudakan modern, dan bentuk-bentuk terburuk dari pekerja anak, termasuk peningkatan transparansi rantai pasok dan praktek bisnis yang etis.

Konferensi Bali Process diikuti oleh 49 negara dan organisasi internasional yang menjadi anggota Bali Process, serta 18 negara observer dan 9 organisasi internasional. Konferensi ini menghasilkan “2023 Adelaide Strategy for Cooperation” yang disepakati bersama sebagai pedoman kerjasama negara-negara anggota Bali Process dalam upaya mengatasi kejahatan transnasional. (Sabri)

Exit mobile version