NUKUKAN – Kukui merupakan salah satu tradisi leluhur, yang sukses mencatatkan rekor MURI pada perhelatan festival budaya ILAU dan Mubes ke IX suku Dayak Agabag pada 11 – 15 Juli 2022 lalu, di Kecamatan Lumbis Ogong, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
Lalu apakah kukui itu? Bagaimana perkembangannya dari masa ke masa sejak tradisi ini dilakukan oleh leluhur suku Dayak Agabag? Berikut penuturan dari salah satu tokoh pemuda sekaligus Ketua Komando Pertahanan Dayak Agabag (KOPADA) Bajib Misak,SST, pada media ini.
Kukui merupakan nyanyian yang dilantunkan menggunakan bahasa alam gaib yang diyakini oleh masyarakat suku Dayak Agabag memiliki nilai sakral.
Tradisi kukui pertama kali muncul pada masa Tabug atau jaman Ngayau (pertempuran).
“Kukui dilantunkan sebelum berangkat mengayau dan juga setelah sukses memenangkan pertempuran,” ujar Bajib, Sabtu (30/7).
Dia menuturkan, kemenangan pada saat pertempuran dikenal dengan sebutan Amayung Da Ulu” atau Ngayau/Tabug.
“Kukui yang dilantunkan saat memenangi pertempuran itu, sebagai ungkapan syukur pada akion (leluhur) Dayak Agabag,” imbuhnya.
Menariknya, kukui yang dilantunkan saat memenangkan pertempuran juga digelar dalam sebuah upacara kemenangan yang dalam istilah Dayak Agabag disebut Belakan atau Belau.
“Saat menang dalam pertempuran mereka menggelar ritual adat sebagai wujud syukur pada leluhur,” jelasnya.
Selain itu, kukui juga dilantunkan pada prosesi pemakaman bagi masyarakat Dayak Agabag yang meninggal dunia.
“Untuk mngantar roh ke tmpt peristirahatan terakhirnya, dari dlu smpai saat ini setiap acara trakhir (amakan/ampid) kukui psti dilantunkan,” tambahnya.
Untuk menyambut tamu dan acara seremonial.
Bajib melanjutkan, seiring perkembangan jaman dan meningkatnya tatanan kehidupan sosial, suku Dayak Agabag terus melestarikan tradisi kukuii sesuai dengan kondisi saat ini.
Jika sebelumnya kukui akrab dengan kondisi peperangan, namun saat ini kukui juga ditampilkan untuk mempererat persatuan.
Tak hanya dikalangan suku Dayak Agabag, kukui juga ditampilkan dalam setiap kegiatan antar etnis, bahkan saat menyambut tamu dari luar.
“Tadi malam kukui kembali dilantunkan dalam acara pembukaan Mubes Dayak Kaltara, sekalian kami mengucapkan terima kasih kepada panitia yang sudah memberi ruang bagi pemuda Dayak Agabag untuk tampil,” kata Bajib.
Bajib berharap, kukui dan berbagai macam tradisi leluhur suku Dayak Agabag dapat terus dilestarikan hingga ke masa yang akan datang.
“Kami berkomitmen akan terus melestarikan tradisi ini, sebagai wadah untuk mempererat persatuan dengan berbagai etnis, dan juga untuk menjaga keseimbangan alam,” tegas Bajib. (Hadi Trisno Nugroho)