NUNUKAN – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Nunukan, Kalimantan Utara, Teguh Ananto, menyelesaikan tugasnya di Nunukan, dan diganti dengan Kajari baru, Fatoni Hatam.
Kedatangan Fatoni Hatam, menjadi angin segar dan harapan baru bagi masyarakat yang menunggu kelanjutan kasus dugaan penyelewengan anggaran Covid-19 di RSUD Nunukan.
Lalu bagaimana sosok Kajari Fatoni Hatam?
Fatoni Hatam, lahir di Tanah Abang, DKI Jakarta, pada 2 Februari 1970. Budaya dan tradisi Betawi cukup melekat pada diri petugas Adyaksa yang cukup akrab dengan kasus-kasus kerusuhan SARA ini.
Ia mengawali karirnya sebagai jaksa fungsional di kota Serang, dan mendapat penugasan ke Kejari Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, pada 8 Februari 2001.
‘’Sepuluh hari saya bertugas sebagai Kasubsi Pidsus disana, sepuluh hari kemudian, tepatnya 18 Februari 2001, pecah kerusuhan antara Madura dan Dayak di Sampit. Saya mengurusi beberapa sidang kasusnya,’’ ujar Fatoni, ditemui, Selasa (9/7/2024) kemarin.
Ia menjalankan tugas sebagai Kasubdi Pidana Khusus di Kejari Pangkalan Bun hingga 2022.
Selanjutnya, Fatoni pindah ke Palangkaraya sebagai Kasi Pidus hingga tahun 2007.
Kemudian bertugas di Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai Kasi Wilayah 1/Bagian Pidana Umum selama sekitar 1 tahun 7 bulan.
Pada 2008, ia kembali dipindah tugaskan ke Kejati DKI Jakarta, sebagai Kasi Penyidikan/Pidsus.
‘’Dan tahun 2010, saya pindah ke Kejagung di Gedung Bundar, sebagai Satgassus Tipikor. Saya bertugas 9 tahun di Satgassus, sampai awal 2019,’’ imbuhnya.
Pada Oktober 2019, Fatoni ditugaskan di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, sebagai koordinator pidsus. Sebuah tahapan jabatan sebelum menjadi Kajari.
‘’Baru tiga hari saya bertugas di Penajam, meletus lagi kerusuhan Paser pada 16 Oktober 2019. Saya kembali menangani beberapa sidang SARA. Bisa dikatakan saya akrab dengan kasus SARA. Tapi saya berharap tidak ada terjadi kasus SARA lagi,’’ kata dia.
Ia pun menjalani tugas sebagai Kajari pertama di Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sebagai Kajari, Fatoni cukup terkesan dengan keindahan pemandangan Maumere. Aroma lautan dan kedamaian di Kota Tanah Sikka ini menimbulkan kesan mendalam.
Penugasan sebagai Kajari di Sikka, dikukuhkan dengan tongkat komando yang dibuat dari tulang paus, yang selalu ia bawa sebagai kenang kenangan.
Saat ini, Fatoni bertugas di Kabupaten Nunukan, dengan harapan membawa harapan penegakan hukum yang adil tak pandang bulu.
‘’Kita boleh menuntut bersalah pelaku kejahatan, tapi jangan zalim. Itu yang saya tekankan. Jangan zalim, karena do’a orang terzalimi itu makbul. Kalau tidak berimbas ke kita, keturunan kita yang akan menerima dampaknya,’’ pesan Fatoni. (Dzulviqor)