Site icon Kabar Nunukan

Kisah Pilu Abdul Jaya, Merawat Anak Penyandang Disabilitas Mental

Abdul Jaya (50) bersama Ruslan (9) bocah penyandang disabilitas mental yang diasuhnya sejak 7 tahun lalu.

NUNUKAN – Bocah 9 tahun penyandang disabilitas mental di Nunukan Kalimantan Utara harus diikat dan dikurung karena tingkahnya yang super aktif.

Bocah tersebut tinggal di jalan Pesantren Nunukan Kalimantan Utara, bersama Abdul Jaya (50) yang merupakan ayah angkatnya.

Saat dikunjungi media ini, Jaya menceritakan, kalau Ruslan sering lari dari rumah, ia sering mengambil makanan dan minuman di warung seenaknya, merusak tanaman atau mencoret properti orang dengan batu atau benda yang didapatnya di jalan.

‘’Ndak bisa diam memang anaknya, dari kecil tidak bisa bicara, hanya suara tangis dan tawanya yang kencang, sehingga ekspresi tak biasa yang diperlihatkan kemungkinan karena emosi yang muncul atau keinginan yang tak bisa dia jelaskan akibat keadaannya tersebut,’’ujar Abdul Jaya, Jumat (26/2/2021).

Hampir setiap hari Ruslan mengamuk, kepalanya dibentur-benturkan ke lantai, dinding papan ditanduknya, bahkan kepalanya sering berdarah seolah tak merasakan sakit.

Tingkah hiperaktif Ruslan terlihat saat Jaya membelikannya gorengan sebagai menu makan siang, sambil makan, ia naik pohon, berlari, memukul-mukul tanah, dan mencari ranting kering untuk mainan, tangannya sesekali dipukulkan ke kepalanya cukup keras.

‘’Kalau mengamuk parah pokoknya, ndak sanggup saya, meski saya tahan badannya supaya diam, tidak dihiraukannya, banyak bekas luka di badannya itu karena goresan kuku saya yang tergesek kulitnya waktu mencoba tenangkan dia setiap kali mengamuk,’’tuturnya.

Kondisi Ruslan membuat Jaya tak bisa berbuat banyak, saking hiperaktifnya, ia harus menguatkan hati untuk mengikat Ruslan ke pohon, mengurungnya dalam gubuk, atau mengikat tali panjang dengan simpul mati ke kakinya, agar Ruslan tak lepas dari penjagaannya.

‘’Kalau saya tidur, saya buat simpul mati, saya ikat talinya di kaki Ruslan, simpul satunya saya ikatkan di kaki atau tangan saya, begitu dia mencoba lari jauh, saya pasti bangun karena pengaruh tali itu kan,’’lanjutnya.

Tidak terhitung berapa kali Jaya harus menelan hinaan dan caci maki orang akibat ulah Ruslan, namun ia hanya bisa mengucapkan maaf dan menjelaskan keadaan bocah malang tersebut apa adanya.

Jaya sebenarnya paman Ruslan, ia menerima amanah dari adiknya yang bermasalah dalam rumah tangga, saat itu, Ruslan berusia dua tahun dan kebetulan Jaya juga tengah menduda.

‘’Waktu kecil Ruslan sering jatuh dari ayunan, kepalanya sering terbentur, beberapa kali saya bawa berobat kampung, ke orang pintar, tidak juga bisa sembuh, namanya amanah, mau diapa?,’’katanya.

Keadaan Ruslan membuat Jaya tidak berani memasukkannya ke sekolah, diakuinya Ruslan tidak memiliki kemampuan layaknya anak sebayanya yang normal, sampai sekarang, Ruslan masih buang air besar maupun buang air kecil di celana.

Tingkahnya yang sering mengamuk tanpa sebab juga membuat Jaya berfikir dua kali jika ingin membelikannya balpoin atau pensil.

‘’Kalau saya kasih pulpen atau pensil, saya takut dia tusuk-tusuk ke kepala atau mata, nah setiap hari dia benturkan kepalanya dan dipukul-pukul dia punya kepala kasihan,’’imbuhnya.

Perlakuan tidak mengenakkan tak hanya dari orang sekitar, bahkan keluarganya juga merasa risih jika Ruslan buang air sembarangan dalam rumah.

Jaya kemudian memilih tinggal di pos ronda untuk menghilangkan kesalah pahaman dan menjaga tali silaturahmi dengan keluarganya.

‘’Gubuk yang saya tempati ini tadinya pos ronda, saya tutup papan papan bekas yang saya dapat, tidak masalah asal bisa membesarkan Ruslan,’’katanya tegas.

Bagi Jaya, ia tidak pernah takut dirinya tak mampu memberi makan Ruslan, karena dari awal, ia hanyalah kuli bangunan. Semua akan ia lakukan demi menunaikan amanah menjaga Ruslan.

Dengan tekatnya, jaya menjual ayam jago aduan dari hasil pinjaman, saat ini sudah ada puluhan ayam jago yang ia pelihara meski sejak pandemi Covid-19, sudah sangat jarang warga mencari ayam jago.

Jaya juga mulai merintis usaha batako untuk bertahan hidup, semua dilakukan untuk menunaikan amanah menjaga Ruslan.

‘’Saya tidak masalah banyak yang benci saya karena Ruslan, saya juga memilih tidak beristri dulu demi membesarkan Ruslan, tapi kan ada masanya dia harus mandiri, saya takut bagaimana masa depannya,’’keluhnya.

Sekretaris Dinas Sosial (Dinsos) Nunukan, Yaksi Belaning Pratiwi, saat dikonfirmasi mengatakan pihaknya sudah pernah melakukan penjangkauan terhadap kasus Ruslan.

Hanya saja, penjangkauan dan program yang dilakukan terpaksa berhenti dengan adanya wabah Covid-19, sehingga Dinsos belum melakukan kontrol ulang atas kondisi Ruslan.

‘’Benar kami dengar kasus Ruslan yang disabilitas, dia ada gangguan mental dan hiperaktif, nanti kami kunjungi kembali, kami assessmen ulang,’’katanya.

Yaksi mengatakan, ada permasalah krusial untuk mengatasi kasus disabilitas bocah Ruslan.

Saat ini, Kabupaten Nunukan belum memiliki tempat layak untuk Ruslan, panti asuhan yang ada, tidak memenuhi syarat untuk melakukan bimbingan dan konseling atas kasus ini.

‘’Kita akan rapat kembali, kemana nanti seharusnya Ruslan ditempatkan, karena di Nunukan belum ada rehabilitasi disabilitas dalam kasus semacam Ruslan,’’tegasnya. (Dzulviqor)

Exit mobile version