Site icon Kabar Nunukan

Kasus BLUD RSUD Nunukan, Minggu Depan Unit Tipikor Targetkan Gelar Perkara

NUNUKAN – Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Nunukan, Kalimantan Utara, menjadwalkan gelar perkara dugaan korupsi anggaran Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Nunukan tahun 2021, pada awal Oktober 2022 mendatang.

Kanit Tipikor Polres Nunukan, IPDA. Ridho Alwiko, mengatakan, saat ini penyelidikan masih terus berjalan.

“Kalau memungkinkan, minggu depan kita gelar perkara sambil meminta petunjuk Polda,” ujarnya, Kamis (29/09).

Kata Ridho, gelar perkara akan menjadi dasar dalam kelanjutan kasus dimaksud.

‘’Kita masih akan berkoordinasi dengan Polda dulu, kalau saat ini kebetulan bagian Tipikornya ada kegiatan. Jadi kita baru akan koordinasi Minggu depan. Setelah itu kita lakukan gelar perkaranya,’’ tegasnya.

Dia mengungkapkan, Polisi telah memanggil sejumlah managemen RSUD yang berkompeten untuk menjelaskan kasus tersebut. Mulai dari Bendahara, Kabid, Kasi, sampai Direktur RSUD Nunukan.

‘’Yang kita panggil sudah banyak, hampir semua managemen keuangan. Ada sekitar sepuluh orang sudah kita periksa,’’ ungkapnya.

Bersamaan dengan pemanggilan saksi, Polisi juga mempelajari sejumlah berkas keuangan, untuk melihat pembiayaan kegiatan yang bersumber dari BLUD selama 2021.

‘’Kita pinjam berkasnya untuk dipelajari. Kita perlu melihat bagaimana proses pencairan dan model pertanggungjawabannya. Kita akan lihat nanti, apakah ada penyitaan atau dikembalikan,’’ lanjutnya.

Sebegaimana diberitakan, Inpektorat Nunukan, menemukan adanya kekurangan nominal Rp 5 miliar dalam SPJ BLUD RSUD Nunukan, saat melakukan audit khusus untuk kebutuhan Serah Terima Jabatan (Sertijab), Bendahara RSUD Nunukan pada 14 Februari 2021 lalu.

Bendahara lama, NH, dimutasi sebagai staf di Kantor Kecamatan Sebatik Utara. Posisinya digantikan oleh Isjayanto.

Adapun kekurangan Rp. 5 miliar dalam SPJ saat itu, terungkap dari tidak adanya sebagian laporan pertanggung jawaban atas belanja operasional dan belanja pegawai, oleh NH.

Auditor dan BPK lalu memberikan waktu untuk melengkapi SPJ, sampai akhirnya tersisa Rp 2,1 miliar yang sama sekali tidak ditemukan adanya SPJ.

Inspektorat juga sudah mengeluarkan rekomendasi Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM), berisi kesanggupan NH mengembalikan dana tersebut, selama kurun waktu dua tahun.

NH juga menjaminkan empat sertifikat tanah, sebagai itikad baik, dengan nilai asset sesuai kerugian yang dihitung oleh auditor Inspektorat Nunukan. (Dzulviqor)

Exit mobile version