NUNUKAN – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Tarbiyah Cabang Tarakan menyelenggarakan Webinar dengan tema ‘Penyaluran Bantuan Sosial Tunai dan Manfaatnya Untuk Masyarakat Nunukan’,Rabu, 24 Februari 2021.
Kegiatan bertujuan untuk mengetahui efektifitas penyaluran bantuan dan sebagai kontrol terhadap bantuan sosial tunai yang diprogramkan oleh pemerintah RI melalui Kementrian Sosial, terhadap masyarakat yang terdampak langsung dengan pandemi Covid-19.
“Kita ingin mengetahui apakah bantuan ini tepat sasaran, dan bagaimana manfaatnya bagi masyarakat,” ujar Ketua HMI M. Rijuan
Rijuan berharap masyarakat bisa terus menjaga imunitas dan disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan sehingga bisa melewati hari dengan prima.
Keingintahuan HMI, dijawab Kepala Dinas Sosial dan Transmigrasi Nunukan Ir. Jabbar M. Si, menurutnya, masyarakat yang berhak menerima bantuan sosial adalah mereka yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang juga masuk dalam data Kementrian Sosial.
Data yang tercatat sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di kabupaten Nunukan sebanyak 8.614 orang.
Mekanisme penyaluran bantuan dilakukan melalui kantor Pos dan Bank Swasta Indonesia, dengan nominal Rp.600.000 setiap KPM.
Sebagaimana dijelaskan Jabbar, bantuan sosial tunai dari pemerintah pusat ini merupakan bantuan untuk masyarakat dibawah garis kemiskinan dan terdampak pandemi.
Penerima bantuan disaratkan membawa Kartu Keluarga (KK) yang mencantumkan nama penerima.
‘’Bantuan ini disalurkan enam kali dengan nominal Rp. 600.000 untuk tahap pertama hingga tahap tiga dan Rp. 300.000 untuk tahap ke empat dan ke lima,’’jelasnya.
Lebih jauh, Juan menyayangkan karena penyaluran bantuan sosial ini masih tidak efektif karena data yang tidak update, sehingga menyebabkan adanya pengurangan maupun penambahan penerima.
Selain itu, data untuk KPM penerima bantuan Covid-19 masih mengacu pada data 2015.
HMI menemukan fakta, dimana pada Agustus 2020 lalu, bantuan sosial hanya tersalur untuk 1.172 KPM.
Jumlah tersebut berkurang dari jumlah penerima sebelumnya yaitu 7.442, hal ini disebabkan karena adanya data ganda dan perubahan status dari KPM itu sendiri.
Juan menambahkan, pemerintah harus melakukan sesuatu untuk masyarakat berdasarkan data, baik itu pembangunan, mengurangi angka kemiskinan maupun untuk meningkatkan SDM.
Jadi kami berharap agar pemerintah melakukan sesuatu berdasarkan data, jangan asal-asalan sehingga apa yang dilakukan pemerintah tersebut tepat sasaran.
Hal ini diakui Jabbar, ia mengatakan, tidak adanya anggaran untuk pendataan menjadi hambatan dalam pemutakhiran data, sehingga data yang saat ini digunakan adalah data dari tingkat kelurahan melalui RT setempat.
‘’Jika saja ada anggaran untuk pendataan, mungkin akan lebih efektif, kami dari Dinas Sosial hanya menerima data dari bawah, membangun dengan data mahal, membangun tanpa data lebih mahal,’’kata Jabbar. (Spb)