NUNUKAN – Tim monitoring dari DPRD Nunukan, Kalimantan Utara, menemukan fakta mengejutkan dibalik anjloknya harga rumput laut sejak awal 2024, saat mengunjungi sejumlah pabrik eksportir di Makassar, Sulawesi Selatan.
Juru bicara tim monitoring, Andre Pratama, membeberkan, salah satu penyebab anjloknya harga rumput laut lantaran ada oknum orang pabrik yang leluasa masuk di Nunukan.
‘’Yang mengejutkan adalah keterangan para eksportir rumput laut di Makassar yang mengambil barang dari Nunukan. Ada oknum yang memasukkan orang pabrik ke Nunukan, sehingga semua dapur rumput laut kita terekspose sedemikian rupa. Akhirnya terjadilah monopoli harga,’’ ujar Andre, Minggu (16/6/2024).
Kondisi ini, kata Andre, sangat disayangkan, seharusnya pihak yang mengizinkan oknum orang pabrik masuk ke Nunukan, harus berpikir panjang.
Pasalnya, semua biaya yang keluar dari petani rumput laut, seakan telanjang tanpa tabir.
Mereka dengan leluasa dapat mengkalkulasi, berapa modal yang dikeluarkan, mulai dari bibit, bahan bakar minyak, hingga upah pengikat bibit rumput laut.
‘’Jadi orang pabrik ini akan bermain dengan keuntungan. Dia bisa membeli harga rendah dengan semua kalkulasi yang ia hitung karena bebas masuk Nunukan, dan tahu sampai nominal besarnya modal petani. Yang rugi petaninya pasti,” ’sesal Andre.
Menurutnya, langkah cepat yang harus dilakukan adalah bagaimana segera memproteksi agar oknum-oknum “nakal” dimaksud dapat dicegah.
‘’Kalau daerah lain itu memproteksi jangan sampai dapurnya diketahui orang orang pabrik. Kenapa Nunukan difasilitasi masuk itu orang pabrik. Jangan mengejar keuntungan pribadi, tapi petani dikorbankan,’’ tegasnya.
Menjaga Kadar Kekeringan.
Selain faktor dugaan monopoli harga, yang menjadi pemicu anjloknya harga rumput laut di Nunukan, juga dipengaruhi oleh kadar kekeringan.
‘’Dari hasil monitoring kami di semua pabrik keragenan di Makassar yang kami datangi, kadar rumput laut kita itu 39 atau 38. Mereka butuh kekeringan 35. Bahkan mereka menunjukkan proses penjemuran ulang untuk rumput laut Nunukan di sana,’’ jelasnya.
Salah satu solusi yang disampaikan oleh para eksportir, adalah Pemerintah atau yang berkepentingan dengan rumput laut menyiapkan oven pengukur kadar kekeringan sebagai edukasi dan upaya peningkatan mutu.
‘’Ovennya kecil saja, rumput laut yang dioven juga tidak berton ton dimasukkan. Cukup sebanyak 100 gram, dimasukin oven selama 4 sampai 5 jam. Kalau 100 gram tersebut hasilnya menjadi 65 gram, berarti kadarnya 35. Kalau jadi 70 berarti kadar 30, kalau jadi 60 gram, artinya kadar 40 kekeringannya. Itu yang harus kita perhatikan,’’ urainya.
Merubah Pola Penjemuran
Masih masalah kualitas, yakni lumut halus yang terdapat pada rumput laut. Persoalan ini berdampak pada hasil olahan.
Andre menuturkan, pihak eksportir Makassar menyarankan rumput laut dijemur dengan cara digantung, agar lumut dapat luntur dan jatuh dengan sendirinya.
“Sebagian besar petani kita, masih menjemur dengan cara dihampar atau digelar diatas lantai,” tuturnya.
Lebih lanjut, Andre mengatakan, berdasarkan informasi yang mereka terima, rumput laut Nunukan, menguasai 60 persen, pangsa pasar dunia.
‘’Nunukan noon zoom, tidak ada musim, sehingga tidak terganggu masa panennya, dan stabil hasilnya. Itulah alasan mengapa hasil rumput laut Nunukan paling banyak dibanding daerah lain. Kata para eksportir begitu,’’ lanjutnya.
Dengan banyaknya hasil panen, eksportir berharap ada regulasi yang diatur terkait masa panen.
Untuk mendapatkan hasil jel yang lebih baik, rumput laut dipanen saat berusia 50 hingga 60 hari.
‘’Simalakamanya kalau panen lebih 35 hari, petani takut rumput lautnya rontok. Nah ini perlu campur tangan pemerintah bagaimana mengatasi peningkatan kualitas dan stabilisasi harga,’’ tekannya.
Kebijakan Transaksi Rumput Laut
Dengan sejumlah catatan tersebut, DPRD ingin ada rapat dengar pendapat, menghadirkan para petani, Asosiasi Pedagang Rumput Laut (APRL) juga stake holder terkait untuk segera mencari solusi terjunnya harga rumput laut.
Sebagaimana diketahui, harga rumput laut Nunukan berkisar antara Rp. 7000 sampai Rp. 8000 per kilogram dari sebelumnya di atas harga Rp 10.000.
Pemerintah juga perlu merumuskan aturan agar pembelian dilakukan secara tunai bukan diutang.
Pembelian yang terjadi, banyak akibat ikatan kontrak. Sehingga petani harus memenuhi kuota permintaan sesuai isi perjanjian baru mendapat bayaran.
‘’Sebagian kan ada sistem pembelian kontrak. Sementara harga naik turun. Lagi lagi yang rugi petani. Kami DPRD Nunukan sepakat untuk segera hearing, mengusir oknum pabrik yang mencampuri harga terlalu dalam, dan merumuskan regulasi pembelian cash and carry,’’ kata Andre. (Dzulviqor)
