NUNUKAN – Maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi sepanjang 2024, menjadi sorotan DPRD Nunukan, Kalimantan Utara.
Merujuk data yang tercatat pada Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DSP3A) Nunukan, kasus kekerasan seksual terhadap anak berjumlah mencatat ada 33 kasus.
Terbaru, kasus pemilik Dojo, sekaligus instruktur Taekwondo Nunukan, dilaporkan melecehkan 8 anak laki laki, yang merupakan siswanya.
‘’Saat saya menggelar Sosper (Sosialisasi Perda) Nomor 17 Tahun 2015 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak, ternyata DSP3A Nunukan memiliki draft Raperda itu. Kami DPRD meminta agar segera diselesaikan dan dibahas bersama untuk ditetapkan sebagai Perda,’’ ujar Wakil Ketua DPRD Nunukan, Arpiah, dihubungi, Rabu (11/12/2024).
Arpiah mengatakan, dengan adanya Perda Perlindungan Perempuan dan Anak, kendala yang terjadi dalam penerapan hukum dan tekhnis di lapangan, bisa lebih mudah dan cepat terselesaikan.
Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, merupakan kasus kejahatan luar biasa, yang harus dipandang sebagai kasus istimewa.
Sehingga, semua pihak sudah seharusnya memiliki andil dalam melakukan pencegahan.
‘’Saya katakana kasus kekerasan perempuan dan anak di Nunukan ini cukup luar biasa. Mungkin kalau mengatakan statusnya darurat tidak berlebihan,’’ kata Arpiah.
Kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di Nunukan, sebagian besar dilakukan oleh “orang dekat”.
Dampaknya beragam, mulai dari merusak masa depan dan mental anak, hingga upaya menutupi aib, demi mempertahankan rumah tangga, agar tulang punggung keluarga tetap berpenghasilan.
‘’Dan DSP3A mengaku anggaran minim untuk penanganan. Maka saya kembali tekankan, segera selesaikan draft Perda Perlindungan Perempuan dan Anak itu. Kita rumuskan sama sama anggarannya, dan semoga setelah Perda rampung, segala masalah di lapangan, bisa kita selesaikan,’’ tegas Arpiah. (Dzulviqor)