NUNUKAN – DPRD Nunukan, Kalimantan Utara, menggelar rapat internal pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk mengawal hasil audit Inspektorat Nunukan 2016, terkait dugaan pelanggaran penghancuran Rumah Jabatan Bupati, pada 2012 silam, Senin (27/5/2024).
Ketua DPRD Nunukan, Hj Rahma Leppa Hafid mengatakan, sejak penghancuran rumah jabatan Bupati pada 2012 lalu, Pemkab Nunukan tidak berani membangun kembali karena ada persoalan yang masih belum klin and klir.
‘’Tujuan kita sekali lagi tidak ada tendensi politik, melainkan memikirkan bagaimana Nunukan punya rumah jabatan untuk Bupati,’’ ujar Leppa.
Pansus, akan segera diparipurnakan, dan akan segera digenjot untuk melakukan kerja maraton, mengingat masa jabatan anggota DPRD periode 2019 – 2024, hanya sampai Agustus 2024.
Leppa menegaskan, meski dalam aturan masa aktif kerja Pansus maksimal 6 bulan, namun menyelesaikannya dalam satu bulan, menjadi program yang menurutnya masih masuk akal.
‘’Dan membiarkan masalah ini berlarut, saya rasa bukan hal bijak. Lagian kalau berfikir masa kerja tersisa dua bulan lagi saja, tentu tidak menyelesaikan persoalan, justru malah jatuhnya ke pembiaran,’’ tegasnya.
Ia kembali menegaskan, bahwa tujuan Pansus Rumah Jabatan Bupati Nunukan dibentuk, bukan untuk kepentingan politik.
Masalah Rujab, selalu menjadi atensi DPRD Nunukan saban tahunnya, khususnya setiap kali ada rapat dengan TAPD Pemkab Nunukan.
Hanya saja, jawaban Pemkab Nunukan yang tidak berani membangun karena alasan masih ada perkara hukum yang butuh pemikiran serius, menjadi dasar DPRD Nunukan mengawal kasus ini.
‘’Mengapa harus ada Pansus, saya katakan masalah Rujab Bupati adalah urusan Pemerintah Daerah, sehingga yang bicara harus lembaga, bukan individu. Adapun masalah pidana atau pelanggaran administrasinya, kita serahkan sepenuhnya pada aparat penegak hukum. Kami tidak ada hak menyelidiki, hanya bertujuan bagaimana supaya Rujab bisa dibangun. Itu saja,’’ tutup Leppa.
Sebelumnya, DPRD Nunukan, sudah menggelar rapat dengar pendapat (hearing), menyoal pembongkaran rumah jabatan bupati, yang terjadi 2012 silam, Senin (20/5/2024).
Hearing tersebut, menghadirkan sejumlah instansi, antara lain, Inspektorat, Dinas PU, dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Saat itu, Leppa menjelaskan, kasus pembongkaran rumah jabatan Bupati Nunukan, memang telah bergulir hingga Kejaksaan, di 2012.
Kendati demikian, Jaksa menilai tidak ditemukan adanya perbuatan melanggar hukum, serta tidak ada kerugian Negara, sehingga Kejari Nunukan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
‘’Kenapa selama 12 tahun ini Kabupaten Nunukan tidak punya rujab ? Ada persoalan yang belum klir. Tidak ada yang berani membangun rujab, takut ada yang dipenjara,’’ ujar Leppa.
Leppa mengaku heran, karena sampai hari ini, meski fisik bangunan rujab sudah tidak ada, tapi masih terdaftar sebagai aset daerah.
Kasus ini menjadi perhatian masyarakat, dengan masuknya laporan LSM Aliansi Masyarakat Nunukan Peduli Penegakan Hukum pada 2016, yang mendesak Inspektorat untuk melakukan pemeriksaan ulang.
Pada akhirnya, Inspektorat, mengeluarkan laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas dugaan pebongkaran aset pemda Nunukan berupa rumah jabatan Bupati tahun 2012 Nomor : 700/081/LHP-K/XII/2016 Tahun 2016.
Terdapat tujuh point yang dihasilkan dari pemeriksaan tahun 2016. Diantaranya, penghancuran rumah jabatan Bupati tahun 2012 merupakan tindakan melawan hukum, dilakukan tidak sah, dan tidak mengikuti prosedur penghapusan aset sesuai ketentuan.
‘’Terdapat kerugian keuangan daerah sebesar Rp 1.036.271.000,’’ jelas Leppa. (Dzulviqor)