NUNUKAN – Kepala Bidang Transmigrasi, pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Nunukan, Abdul Hafid, mengatakan, kasus para transmigran SP 5 Sebakis, sudah menjadi perhatian pemerintah.
Hanya saja, kewenangan Disnakertrans Kabupaten, tentu terbatas, sehingga butuh koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Kaltara, Kementrian Pembanguan Desa Tertinggal (PDT), Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), juga Badan Pertanahan Nasional (BPN).
‘’Kita tidak mau membahas kronologis yang lalu lalu, karena pejabat Disnakertrans Nunukan tentu sudah berganti sekian kali. Kita fokus solusi, dimana kami sudah membuat rancang kapling di tahun 2022. Sayangnya tahapan yang berproses terbentur akhir tahun, sehingga belum sempat terakomodir dalam PTSL dari BPN,’’ ujar Hafid, saat ditemui.
Hafid juga membenarkan, bahwa sampai hari ini, para transmigran SP 5 Sebakis, baru mendapat rumah tinggal dan pekarangan.
Mereka belum mendapat jatah LU 1 dan LU 2 yang merupakan hak serta fasilitas yang dijanjikan pemerintah.
Kendala yang terjadi, adalah, lahan lahan transmigran SP 5, ternyata sudah dikuasai dan digarap warga tempatan maupun warga di luar transmigran.
Potensi benturan kepentingan dan indikasi konflik, menjadi pertimbangan bagi Pemerintah Daerah dalam kasus ini.
‘’Tahun 2010 sebelum para transmigran dikirim ke Nunukan, ada pengukuran dari Kemenakertrans dan BPN yang menjabarkan rencana lahan transmigrasi. Asumsi kami, warga beramai ramai menguasai kaplingan dan berharap mendapat juga ganti untung dari pemerintah ketika lahan garapan mereka dialihkan untuk warga trans nantinya,’’ jelasnya.
Menurut Hafid, BPN telah memberikan mandat untuk Pemerintah Daerah Nunukan, agar mengelola lahan dengan luasan sekitar 6.897 hektar di wilayah Pulau Sebakis, sebagaimana tertera dalam HPL Nomor 33 Tahun 2004.
Dari luasan tersebut, lahan bagi transmigran, dengan kategori 4L (Layak huni, Layak berkembang, Layak usaha dan Layak lingkungan), dialokasikan dengan daya tampung 300 KK.
‘’Faktanya, di lapangan, lahan lahan tersebut sudah dalam penguasaan warga tempatan. Dan kendala ini, menjadikan penyelesaian agak terhambat,’’ imbuhnya.
Meski demikian, lahan yang merupakan hak transmigrans tersebut, dikelola tanpa izin, yang mustahil akan bisa dilegalkan. Sehingga, memungkinkan dikembalikan sebagaimana fungsi sebenarnya.
Disnakertrans Nunukan juga bakal segera membawa kasus ini untuk bahan audiensi bersama Kementrian serta BPN di Jakarta, dalam waktu singkat ini.
‘’Kita terus berproses, dan kita akan mengusahakan mendapat program PTSL tahun ini, sehingga persoalan ini cepat selesai,’’ kata Hafid. (Dzulviqor)