NUNUKAN – Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DSP3A) Nunukan, mencatat tiga kasus pernikahan usia dini, sepanjang 2022.
Kepala DSP3A Nunukan, Faridah Aryani menyayangkan masih terjadinya pernikahan dini pada anak di Nunukan.
Padahal pemerintah telah berupaya melakukan berbagai langkah untuk mencegah pernikahan dini terjadi.
‘’Mereka mengakalinya seakan memaksakan kehendak. Beberapa kasus, ada yang nekat menikahkan siri anaknya, baru datang ke kami untuk minta surat rekomendasi nikahnya,’’ ujarnya, Selasa (6/12).
Cara ini, kata dia, menjadi akal-akalan yang sedang trend dan menjadi perhatian bagi stake holder.
Mengeluarkan rekomendasi setelah anak nikah siri, akan menjadi simalakama dan bertentangan dengan hukum pernikahan anak, yang membatasi usia 19 tahun.
Sementara jika tidak dikeluarkan, memicu kesalahpahaman dengan orang tua anak, yang menimbulkan dampak sosial dan gejolak di tengah masyarakat.
‘’Mau tidak mau, kami harus saklek aturan. Pokoknya rekomendasi nikah bagi anak, harus ada dari Dinkes juga psikolog. Kita berfikir kalau dengan alasan si anak sudah dinikahkan siri dan kami seakan dipaksa mengeluarkan rekomendasi nikah itu, berapa banyak yang akan datang berbondong bondong melakukan hal yang sama?,’’ kata Faridah.
Faridah menegaskan, nikah siri, memang tidak dilarang secara agama. Hanya saja, DSP3A akan berpegang pada aturan Negara.
DSP3A juga mengimbau orang tua di Nunukan untuk lebih memikirkan dampak nikah siri. Antara lain, pernikahan tersebut tidak terdaftar dalam arsip Negara, atau tidak dianggap ada.
Istri dan anak tidak memiliki hak waris, sehingga tidak berhak menuntut harta gono gini, dan yang akan mempengaruhi kondisi psikologis anak.
‘’Kami menganggap menikahkan anaknya secara siri baru meminta surat rekomendasi nikah ke kami, lebih ke akal akalan. Lebih pada strategi orang tua untuk mengakali administrasi,’’ tegasnya. (Dzulviqor)