NUNUKAN – Abdul Hamid, warga Desa Atap, Kecamatan Sembakung, Nunukan, Kalimantan Utara, tampak haru saat melihat personel TNI dari Kodim 0911/ NNK, yang akan membedah rumahnya.
Laki laki berusia senja ini, diam terpaku melihat para prajurit yang hilir mudik, dan mulai melakukan pengukuran, untuk memastikan rumahnya tetap bisa ditempati, dan lebih nyaman ditinggali.
‘’Ini rumah sudah puluhan tahun, saya lupa pastinya, tapi disinilah saya bernaung dan tinggal,’’ ujarnya, dengan suara bergetar, saat ditemui.
Hamid tinggal sebatang kara. Istrinya meninggal dunia beberapa tahun lalu, sementara anak anaknya merantau jauh dari rumah.
Mata Hamid, terlihat berkaca kaca saat dirinya tahu rumahnya menjadi sasaran pembangunan.
Rumah yang sudah lapuk termakan usia dan selalu terendam banjir tersebut, menjadi sasaran bedah rumah dalam Program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke 120 di wilayah perbatasan Negara.
‘’Rusak semua ini rumah, karena selalu terendam banjir setiap tahun, dan sudah jabuk (lapuk),’’ tuturnya.
Untuk diketahui, TMMD 120 di Nunukan, menyasar pada daerah rawan banjir yang terdampak paling parah akibat banjir kiriman Malaysia di Desa Atap, Kecamatan Sembakung.
Kodim 0911/NNK membukakan jalan hampir 2 Km menuju bukit untuk daerah relokasi bagi para korban.
Melakukan bedah rumah, hingga menyiapkan ketahanan pangan, dengan membuat areal persawahan di perbukitan, agar warga tidak lagi gagal panen, akibat banjir melanda.
Bertahan di pungkau setiap banjir
Banjir yang melanda Kecamatan Sembakung, adalah sebuah peristiwa biasa bagi warga pelosok perbatasan RI – Malaysia.
Saking terbiasanya, mereka tidak akan panik atau bingung saat banjir datang.
Mereka hanya menyusun deretan papan layaknya panggung, tepat dibawah atap rumah mereka, yang mereka sebut sebagai pungkau/para para.
‘’Kalau banjir, di pungkaulah saya tinggal. Disitulah saya tidur, memasak, dan semuanya, sambil menunggu air surut,’’ kata dia.
Hamid mengaku, berdiam diri di tengah banjir di atas pungkau, menambah kesepian yang dialaminya.
Matanya tampak berkaca kaca, berharap pertemuan dengan anak anaknya, sehingga bisa berbagi cerita dan merasakan kebersamaan sebuah keluarga.
‘’Dari sebelas saya punya anak, meninggal delapan. Tersisa tiga anak yang semuanya kerja di Tarakan,’’ kata Hamid, sambil meneteskan air mata.
Ia tak mau melanjutkan kisah kerinduannya, dan mengalihkan pembicaraan terkait para prajurit TNI yang tengah membedah rumahnya.
Hamid mengatakan sangat bersyukur dan berterima kasih kepada TNI.
‘’Terima kasih tentara, sudah buatkan saya rumah. Biar Tuhan yang balas,’’ ucapnya.
Tidur memeluk parang
Menjelang sore, Hamid akan memanjat ke atas pungkau untuk beristirahat dari aktivitas kesehariannya.
Namun, waktu istirahat justru bukan waktu aman bagi para korban banjir. Karena banjir yang terjadi akibat luapan Sungai Sembakung, membuat buaya dan ular hitam, sering muncul di pemukiman penduduk.
‘’Kalau sudah diatas pungkau saya siap parang. Kalau banjir ada saja buaya, ular hitam yang punya bisa (kobra),’’ kata Hamid.
Hamid mengaku beberapa kali bertemu ular king kobra yang terseret banjir masuk rumahnya.
Ia pun terpaksa menebaskan parang ke tubuh ular, demi keselamatannya.
Begitu juga saat buaya menyambangi kediamannya disaat air banjir menggenang tepat dibawah pungkau.
Suara kecipak air dan mata buaya yang menyala terang di malam hari, menjadi sinyal bahaya.
‘’Jadi kalau tidur pas banjir memang harus sedia parang. Kupeluk itu parang macam guling saja. Mau bagaimana lagi,’’ kata dia.
Dua desa tergenang banjir
Banjir, melanda wilayah pelosok perbatasan RI – Malaysia, di Kecamatan Sembakung, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, dalam sepekan terakhir.
Laporan terakhir BPBD Nunukan menyatakan, pantauan Tinggi Muka Air (TMA) pada Sabtu 11 Mei 2024, debit air terpantau naik pada level 4,34 meter, dari sebelumnya yang 4,30 meter.
‘’Terdapat dua desa di Sembakung yang terendam banjir, Desa Tagul dan Desa Atap,’’ ujar Kasubid Informasi BPBD Nunukan, Muhammad Basir.
Di Desa Tagul, belum ada fasilitas umum atau pun rumah warga yang terendam banjir.
Banjir, sementara masih menggenangi badan jalan, sehingga aktivitas warga masih normal.
Sementara di Desa Atap, dalam sepekan terakhir, ada 2 RT yang terendam banjir, dan yang terparah ada di Dusun Tembelenu/Salid.
‘’Empat SD terendam banjir, termasuk Pos Damkar Sektor Sembakung. Akses jalan juga digenangi banjir, sehingga warga harus mengunakan sampan atau perahu ketinting bila bepergian atau beraktivitas,’’ imbuh Basir.
Banjir di Sembakung, merupakan banjir rutin tahunan yang merupakan banjir kiriman Malaysia, karena hulu sungai Sembakung, bersambung dengan sejumlah sungai di wilayah jiran.
Banjir, berasal dari Sungai Talangkai di Sepulut Sabah Malaysia, yang kemudian mengalir ke sungai Pampangon, berlanjut ke sungai Lagongon ke Pagalungan, masih wilayah Malaysia.
Dari Pagalungan, aliran sungai kemudian memasuki wilayah Indonesia melalui sungai Labang, sungai Pensiangan dan sungai Sembakung.
Biasanya, banjir akan merendam pemukiman penduduk dan baru surut setelah lebih dua minggu.
Pemkab Nunukan, terus saja menetapkan status tanggap darurat bagi korban banjir, dengan kerugian sawah yang gagal panen, ternak yang mati dan tempat tinggal yang mudah lapuk karena terlalu lama terendam. (Dzulviqor)
