Penulis : Munawir (Mahasiswa Universitas Islam Makassar)
OPINI – Indonesia adalah Negara yang menganut sistem politik secara demokrasi dimana semua warga Negara mempunyai hak didalam berpolitik, seperti menyuarakan hak-hak kebenaran dan mempunyai hak dalam memilih maupun dipilih.
Dalam suatu Negara sistem demokrasi biasa disebut juga sebagai demokrasi representatife yaitu sistem dimana warga negara memiliki hak untuk memilih wakil-wakilnya dalam proses politik, pelaksanaan pemilihan umum, kebebasan berpendapat, keterbukaan dan akuntabilitas, serta perlindungan kepada warga Negara atau masyarakat dan hak-hak minoritas.
Secara umum demokrasi representatif merupakan sistem yang biasa ditemukan dibanyak Negara diseluruh dunia, termaksud dalam bentuk sistem pemerintahan parlementer dan presidensial untuk menciptakan kedaulatan rakyat dan akuntabilitas pemerintah terhadap rakyat.
Sistem ini bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang dapat mewakili kepentingan dan aspirasi rakyat, serta menghindari konsentrasi kekuasaan yang berlebihan pada suatu individu atau kelompok.
Berbicara persoalan kekuasaan yang berlebihan pada suatu kelompok, ini biasa diartikan sebagai politik dinasti.
Politik dinasti merupakan kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan kekeluargaan, atau lebih identik dengan sistem monarki.
Sebab dalam sestem ini kekuasaan politik diwariskan secara turun- temurun suatu generasi kegenerasi berikutnya.
Anggota dinasti ini biasa disebut raja atau ratu, memegang kekuasaan tertinggi suatu Negara.
Kebobrokan demokrasi yang menghasilkan politik kedinastian kini terjadi pada suatu derah yang bernama Nunukan salah satu kabupaten yang berada paling utara (Provinsi Kalimantan utara)
Berasik-asikan diatas kursi penguasa mengharuskan segala cara untuk mengambil alih kekuasaanm
Kabupaten nunukan kini dipimpin seorang bupati yang lahir dari sesosok ayah yang juga mantan dari bupati kabupaten nunukan itu sendiri, seorang ibu selaku ketua badan legislatif daerah kabupaten nunukan serta seorang kerabat dekat yang menduduki kursi badan legislatif provinsi.
Dua periode telah menduduki kursi singgasana dimulai dari terpilihnya pemilihan kepala daerah (bupati) tahun 2013 sampai dengan terpilihnya kembali menjadi bupati pada pemilihan tahun 2020.
Pada Pemilihan tahun 2020 silam, banyaknya ditemukan kejanggalan dalam pesta demokrasi pemilihan kepada derah (bupati) tesebut, diantaranya perselisihan suara yang tidak sesuai, sampai dengan pemilih siluman, Pemilihan yang dilakukan oleh seseorang yang tidak punya hak memilih sebagai DPTd, dilansir dari regional.kompas.com.
Kasus tersebut dilakukan dari paslon Nomor urut satu yang tidak lain adalah paslon yang juga masih menjadi bupati pada saat itu.
Dialah seorang anak dari mantan bupati itu sendiri.
Dan kini akan kembali terjadi untuk seorang istri mencalonkan sang suami berkompetisi dalam pemilihan kepala daerah calon bupati nunukan kedepan melalu parpol yang DPC nya dipimpin oleh mertuanya sendiri.
Dan apa yang terjadi seandainya Negara atau daerah menggunakan politik dinasti?.
Menurut dosen ilmu politik fisipol UGM, A.G.N. Ari Dwipayana, dikutip dari www.mkri.id. Tren politik kekerabatan itu sebagai gejala neopatrimonialistik. Benihnya suda lama berakar secara tradisional.
Yakni berupa sistem patrimonial, yang mengutamakan regenerasi politik berdasarkan ikatan geneologis, ketimbang merit system, dalam menimbang prestasi. Menurutnya, kini disebut neopatrimonial, disebabkan ada unsur patrimonial lama, tapi dengan strategi baru.
Secara undang-undang praktik politik dinasti, tidak dilarang di Indonesia.
Hal tersebut yangmengakibatkan munculnya dinasti perpolitikan yaitu adanya keinginan kelompok “kekeluargaan” untuk kekuasaan , adanyan kesepakatan yang terorganisir sehingga membentuk penguasa dalam suatu kelompok dan pengikut kelompok lainnya. Adanya kaloborasi penguasa dan pengusaha mewujudkan penguatan modal dengan kekuatan politik disertakan pembagian tugas antara penguasa politik pada kekuasaan modaL sehingga mengakibatkan korupsi.
Pengaruh politik dinasti mengakibatkan semua keluarga termaksud bapak, ibu, anak sampai pada menantu berbondong-bondong dapat terlibat secara langsung dalam sistem pemerintahan.
Dengan demikian politik dinasti harus dilarang dengan tegas, karna jika makin maraknya praktIk ini diberbagai pemilu legislatif dan pilkada, maka akan kian marak korupsi sumber daya alam dan lingkungan, kebocoran sumber-sumber pendapatan suatu daerah ataupun negara, serta berdampak pula pada penyalagunaan anggaran-anggran pada suatu Negara maupun daerah.
Hal ini mengakibatkan sulitnya mewujudkan cita-cita demokrasi yang dijelaskan dalam UUD 1945 tentang menjamin hak warga Negara untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum secara bebas, rahasia, jujur, dan adil. Sehingga mengakibatkan tidak terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih fungsi kontrol kekuasaan melemah sehingga tidak berjalan secara efektif. Memungkinkan terjadinya penyimpangan kekuasaan dan terjadi korupsi, kolusi dan nepotisme.
Maka dari itu politik dinasti bukanlah hal yang tepat untuk diterapkan, sebab Negara Indonesia adalah Negara demokrasi yang menerapkan demokrasi bukan Negara yang menerapkan sistem pemerintahan monarki yang memilih pemimpin berdasarkan garis keturunan.