NUNUKAN – Banjir kembali merendam 5 Kecamatan di Kabupaten Nunukan, meliputi Kecamatan Lumbis Hulu, Lumbis Pansiangan, Lumbis Ogong, Lumbis dan Sembakung Atulai.
Camat Lumbis Pansiangan, Lumbis, mengatakan banjir kiriman dari Malaysia ini sudah menjadi agenda tahunan yang belum mendapat perhatian serius dari Pemerintah Pusat.
‘’Sejak Indonesia merdeka, banjir kiriman dari Malaysia tidak menjadi perhatian serius pemerintah RI. Kita tidak pernah mendengar ada nota protes diplomatik misalnya, padahal ini aliran dari Malaysia yang artinya bukan kewenangan Pemerintah Daerah lagi,’’ kata Lumbis.
Lumbis menyayangkan penanganan banjir kiriman, hanya sekedar imbauan siaga bencana hingga tanggap darurat.
Oleh karenanya, penanganan terhadap warga terdampak siklusnya juga seakan rutin, yakni sebatas pemberian bantuan logistik dan langkah evakuasi ketika ada kondisi tertentu yang situasional.
‘’Jadi selama ini penanganan banjir di lima kecamatan kita masih seperti circle. Berputar putar seperti itu terus, tanpa ada solusi akan bagaimana ini. kami ini ketika banjir menerjang, tanaman kami mati dan rumah tak bisa ditinggali. Ketika surut, ancaman longsor sudah menanti. Apa ini terus dibiarkan begini selamanya?,’’ imbuhnya.
Lumbis menambahkan persoalan ini, sering dibahas dalam Sosek Malindo (Sosial Ekonomi Malaysia Indonesia) antara Kaltara dan Sabah.
Namun untuk tingkat Soseknas, antara Jakarta dan Kuala Lumpur, belum ada informasi sudah sampai dimana persoalan ini.
Jika saja Pemerintah Pusat mau berkaca pada Sungai Mekong, kata Lumbis lagi, setidaknya mereka akan menemukan solusi atas kondisi rutin yang dialami warga perbatasan ini.
Untuk diketahui, Sungai Mekong merupakan sungai terpanjang di Asia Tenggara yang mengalir melewati 5 negara, masing masing, Myanmar, Laos, Thailand, Kamboja, Vietnam.
Lima Negara tersebut konsen akan manfaat sungai bagi perekonomian dan kelangsungan hayati dengan membentuk Mekong River Commission (MRC).
Di forum itu, mereka membahas segala hal berkaitan dengan penanganan sungai, sampai kemudian Sungai Mekong menjadi urat nadi kehidupan warga mereka yang hidup di bantaran sungai.
‘’Jadi pusat harus melihat masalah ini lebih serius. Masa banjir Jakarta yang kiriman dari Bogor saja ributnya minta ampun sampai akhirnya turun anggaran triliunan untuk penanggulangan, relokasi dan lainnya, kita yang dua Negara terbiar begitu saja?,’’ sesalnya.
Lumbis menegaskan, penyelesaian banjir wilayah perbatasan juga menyangkut harga diri bangsa.
Tidak ada salahnya Indonesia duduk bersama sama dengan Malaysia membicarakan solusi terbaik atas musibah berkepanjangan ini.
Lebih afdol lagi jika tercapai kata sepakat seperti halnya terbentuk forum semisal Sembakung River Commission seperti mekanisme 5 negara dalam penanganan Sungai Mekong.
‘’Mungkin di pihak hulu tak boleh ada penebangan hutan, di pihak hilir ada relokasi pembangunan pinggir sungai. Masalah biaya, bisa mencontoh mekanisme Mekong River Commission (MRC), ternyata mereka dibiayai World Bank dan Asia Bank. Gambarannya seperti itu, tidak harus setiap tahun hanya berkutat pada status penanganan saja yang berubah,’’ tegasnya. (Dzulviqor)