NUNUKAN – Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Nunukan tahun 2023, diasumsikan naik dari Rp. 1,2 triliun di tahun 2022, menjadi Rp. 1,4 triliun di 2023.
Namun demikian, kenaikan angka APBD tersebut, seakan jomplang dengan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hanya ditarget Rp. 110 miliar, dari sebelumnya Rp. 130 miliar.
Menanggapi kondisi tersebut, Wakil Bupati Nunukan, Hanafiah, mengakui ada kejanggalan jika melihat realisasi angka dimaksud.
Menurutnya, ada sejumlah faktor penting yang mendasari laporan tersebut seakan terlihat kurang sinkron dan menjadi pertanyaan masyarakat.
‘’Tahun ini, ada perusahaan kelapa sawit, dari grup PT KHL grup yang sedang mengurus perpanjangan HGU. Hal tersebut mengakibatkan pengurangan dalam pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),’’ ujarnya, Rabu (2/11/2022).
Pembayaran BPHTB perusahaan, bisa mencapai angka Rp. 600 juta untuk masa 30 tahun.
Kehilangan angka tersebut, tentu membuat PAD menurun, dan menjadi pertimbangan tersendiri dalam target pencapaian PAD selanjutnya.
Selain itu, faktor wajib pajak yang kurang memiliki kesadaran juga menjadi salah satu alasan.
Banyak wajib pajak yang kurang jujur dalam membayarkan kewajibannya, yang menjadikan kondisi perpajakan kurang stabil.
Ia mencontohkan pengusaha wallet yang tidak memiliki laporan pasti berapa hasil panen mereka, sehingga jumlah yang dibayarkan tidak sesuai nominal yang ditetapkan.
‘’Kita sudah mengambil kebijakan mengurangi penarikan pajak yang seharusnya 10 persen menjadi 7,5 persen. Itupun masih sulit sekali dipenuhi wajib pajak. Kita butuh kesadaran dan kontribusi mereka dalam memenuhi kewajiban warga Negara dalam pembayaran pajak,’ ’katanya lagi.
Hanafiah juga meminta para pengusaha restoran untuk ikut andil dalam penarikan pajak bagi konsumen.
Sejauh ini, pemkab Nunukan sudah memasang banner, baliho dan spanduk di banyak rumah makan dan restoran untuk penarikan pajak 10 persen.
‘’Pajak itu dibayar konsumen, kalau harga makanannya Rp. 20.000, maka pembeli membayar Rp. 22.000, karena Rp 2000-nya masuk kas daerah. Itu kembali ke masyarakat juga, dan memang menjadi kewajiban masyarakat untuk andil dalam pembangunan daerahnya,’’ tegasnya.
Hanafiah juga mengatakan, Pemkab Nunukan masih merumuskan pemasukan pajak, ataupun retribusi dari sektor potensial lain.
Sampai saat ini, Pemkab Nunukan masih fokus pada 11 item pajak, masing-masing, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
‘’Untuk diluar item tersebut, tentu Pemkab Nunukan tidak berwenang. Katakan untuk penarikan pajak rumput laut, tentu tidak bisa, sehingga kita merencanakan ada jembatan timbang sebagai cara lain untuk PAD. Kita galakkan juga sejumlah sektor potensial lain untuk menggenjot PAD kita,’’ kata Hanafiah. (Dzulviqor)