NUNUKAN – Hingga hari ini, Minggu (25/9), aksi protes sopir angkutan kota (angkot) terhadap moda transportasi berbasis online di Nunukan, masih terus terjadi, sedikitnya ada tiga unit mobil yang beroperasi melalui aplikasi Maxim diserahkan ke Satlantas Nunukan karena dituding melanggar kesepakatan yang dilakukan pada awal September lalu.
‘’Ada kesepakatan, selama izin operasi belum dikeluarkan Pemerintah Provinsi Kaltara, mobil Maxim harus off, tidak melayani penumpang. Katanya mereka sepakat, buktinya masih banyak yang beroperasi,’’ ujar Ketua Serikat pengemudi Sopir Angkutan Nunukan (SPAUN), Herman.
Dia menegaskan, selama izin operasional Maxim dari Provinsi belum keluar, maka para sopir angkot Nunukan tidak akan pernah mengizinkan mereka beroperasi.
Pihaknya juga mempertanyakan SK Gubernur Kaltara Nomor 188.44/K.310/2021 tentang perubahan atas SK Gubernur Kaltara Nomor 188.44/K.831/2018 tentang wilayah operasi dan rencana alokasi jumlah kebutuhan kendaraan angkutan sewa khusus aplikasi berbasis teknologi informasi (online) serta tarif batas atas dan tarif batas bawah.
Disebutkan, dalam SK tersebut, Kabupaten Nunukan, mendapatkan kuota angkutan online sebanyak 20 unit.
‘’Itu juga menjadi pertanyaan kami, apakah ada kontrol di lapangan hanya 20 unit mobil yang beroperasi? Teman teman semua mengatakan, ada lebih 50 mobil yang beroperasi karena tidak adanya kontrol. Apalagi untuk menjadi driver maxim, hanya lewat Hp saja,’’ kata Herman.
Dia menambahkan, banyak hal yang harus menjadi perhatian Pemerintah Daerah manakala mobil Maxim beroperasi.
Sebagaimana dicatat SPAUN, ada sejumlah point yang perlu dibahas, antara lain setiap penyelenggara taksi online harus memberikan akses digital dashboard sebagai tampilan informasi dalam bentuk grafis yang dihasilkan oleh perangkat lunak, sehingga pemerintah bisa mengontrol dengan mudah.
Selanjutnya, terkait pengawasan dan kontrol lapangan., contohnya adalah batasan kuota untuk mobil maxim hanya 20 unit, faktanya, ada lebih 50 unit yang beroperasi.
Termasuk juga pengawasan terhadap pemasangan CCTV di setiap mobil online yang terhubung ke operator pusat atau pengawas CCTV.
‘’SPAUN menegaskan, selama Maxim mobil belum memiliki kelengkapan yang menjadi syarat angkutan online, kami sopir sngkot akan terus melakukan tindakan, dan membawa mobil Maxim ke pihak berwajib,’’ tegasnya.
Lebih lanjut, Herman meminta pihak Maxim tidak lepas tanggung jawab terhadap ketidakpatuhan pengemudi mereka yang menyelisihi kesepakatan dan bersikap masa bodoh dengan hasil pertemuan pasca demo di Kantor Dinas Perhubungan Nunukan.
‘’Jangan mengatakan pelanggaran itu tidak ada hubungannya dengan Maxim. Yang merekrut mereka adalah managemen, dan yang memiliki tanggung jawab penuh terhadap Maxim juga internal mereka. Mana bisa mengatakan pelanggaran kesepakatan diluar tanggung jawab maxim Nunukan,’’ kata Herman. (Dzulviqor)