NUNUKAN, KN – Gejolak politik di ibu kota tak hanya menggema di kota-kota besar. Di ujung utara, tepat di perbatasan RI-Malaysia, ratusan mahasiswa dan masyarakat di Nunukan, Kalimantan Utara, turun ke jalan. Mereka tidak hanya menggaungkan isu-isu nasional, tetapi juga membongkar borok lokal yang selama ini tersembunyi.
Aliansi Peduli Demokrasi memprakarsai aksi yang dimulai Senin (1/9/2025). Mereka mengawali orasi di Tugu Dwikora lalu bergerak menuju Gedung DPRD Nunukan, mengubah jalanan menjadi panggung protes. Massa tidak sekadar menolak tunjangan anggota DPR atau menuntut revisi UU Pemilu, tetapi juga mempertanyakan transparansi hukum di wilayahnya.
”Kerusakan aturan tidak hanya terjadi di Legislatif, Eksekutif, Yudikatif. Bahkan di tingkat kepolisian menjadi pertanyaan serius,” teriak Agung, salah satu orator.
Sambil mengibarkan bendera Jolly Roger, simbol perlawanan, mereka menyoroti kasus-kasus hukum yang mandek di Polres Nunukan. Mereka membongkar dugaan pemukulan oleh Ketua DPRD Nunukan hingga kasus penangkapan empat anggota polisi, termasuk Kasat Reskoba, yang penanganannya lenyap dari publik.
”Kami ingin transparansi penegakan hukum!” teriak Agung. “Jangan sampai kami menyebut semua polisi brengsek, bukan lagi oknum!”
Momen Kunci, Provokasi dan Puisi
Di tengah panasnya orasi, seorang provokator mencoba menyulut kerusuhan. Namun, mahasiswa dan aparat bergerak cepat. Aparat segera mengamankan pria tersebut, sementara massa berteriak, “Hati-hati penyusup!”
Aksi ini murni suara rakyat, bukan ajang bentrok dengan aparat. Setelah ketegangan mereda, demonstrasi memasuki babak yang tak terduga.
Alih-alih melancarkan orasi membara, mereka menghentak emosi publik dengan membacakan puisi “Karawang Bekasi” karya Chairil Anwar, diiringi alunan lagu “Ibu Pertiwi”. Momen ini menjadi pesan kuat, di balik tuntutan keras, ada jiwa patriotisme yang tulus.
Tuntutan, Pukulan Telak untuk Pusat dan Daerah
Aksi di Nunukan bukan sekadar gertakan. Mereka membawa paket tuntutan yang terstruktur, menohok elite politik di Jakarta dan pejabat di daerah.
Tuntutan Nasional:
1. Massa menuntut pemerintah mengusut tuntas kematian Affan Kurniawan.
2. Massa mendesak DPR mengesahkan RUU Perampasan Aset.
3. Massa meminta partai politik memecat kader yang provokatif.
4. Massa menuntut Presiden merombak Kabinet Merah Putih.
12 Isu Lokal yang Mereka Angkat:
1. Pemerataan fasilitas pendidikan.
2. Kenaikan upah buruh.
3. Transparansi tata kelola perumahan DDPRD
4. Transparansi retribusi token listrik.
5. Kesejahteraan tenaga medis.
6. Perbaikan layanan kesehatan.
7. Pembenahan layanan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
8. Kejelasan Pajak Bumi Bangunan (PBB).
9. Kejelasan tindak lanjut kasus empat oknum personel Polres yang terlibat pengedaran sabu-sabu.
10. Percepatan infrastruktur transportasi di Krayan dan Kabudaya.
11. Kejelasan penyeberangan ilegal haji.
12. Peraturan Daerah (Perda) terkait rumput laut.
Aksi ini membuktikan bahwa api perlawanan tak hanya membara di Ibu Kota, melainkan juga menyala di tapal batas.
Mereka menuntut keadilan, transparansi, dan perbaikan nyata—sebuah pukulan telak yang harus pemerintah jawab tuntas, baik di pusat maupun daerah. (Dzulviqor)

